[Prediksi FFI] Aktris Utama Terbaik FFI 2019; Pantaskah Masuk Nominasi?
Setelah kalian membaca prediksi Aktor Utama Terbaik FFI 2019, sekarang kami menulis juga soal prediksi Aktris Utama Terbaik FFI 2019. Kami rasa kami perlu menuliskan nominasi ini selain karena susunan nominatornya yang menarik, juga karena ada sebuah kejanggalan yang kami tak bisa simpan sendirian.
Berikut ini prediksi kami pada kategori Aktris Utama Terbaik FFI 2019;
Raihaanun di 27 Steps of May 35%
Kami sangat tidak terkejut ketika Raihaanun masuk di nominasi Aktris Utama Terbaik FFI 2019. Bahkan, begitu film 27 Steps of May masuk ke daftar pendek pilihan kurator, Raihaanun kami prediksi memiliki kans paling besar dalam perebutan Aktris Utama Terbaik FFI 2019. Jujur saja, kami sebenarnya memiliki beberapa nama yang masuk dalam nominasi sebelum pihak FFI mengeluarkan daftar nominasi pilihan kurator dan perwakilan asosiasi yang beberapa menurut kami janggal. Dalam daftar aktris terbaik versi kami ada nama Raihaanun, Sha Ine Febriyanti, Maudy Koesnaedi, dan Nirina Zubir. Zara masuk di nama terakhir karena kami baru sempat menonton filmnya setelah namanya masuk FFI.
Nah, kenapa Raihaanun ada di posisi pertama dengan prosentase paling besar? Ada banyak sekali alasannya. Tapi yang paling utama adalah kemampuan Raihaanun untuk menjalankan inner life tokoh. May, tokoh yang dimainkannya adalah tokoh yang kompleks. Tokoh ini memiliki sejarah kelam dan trauma yang besar. Nah, sejarah itu berhasil ditunjukkan oleh Raihaanun dengan intens. Ditambah bantuan beberapa potongan adegan tentunya. Menjalankan inner life inilah yang pada beberapa nominator lain tidak dijalankan dengan baik.
Selain soal menjalankan inner life, tokoh May diciptakan hampir tidak ada dialog. Hal itu membuat rintangan menjalankan inner life jadi lebih sulit. Raihaanun mau tak mau harus menggunakan seluruh bagian tubuhnya sampai matriks terkecil untuk menjadi jembatan emosi tokohnya dengan penonton. Dan Raihaanun sukses melakukan itu. Hal ini juga yang membuat kami dengan senang hati meletakkan di posisi pertama dengan kans terbesar dalam perebutan Aktris Utama Terbaik FFI 2019.
Bagi kami, menilai permainan Raihaanun sudah bukan lagi soal permainan emosi. Tapi soal menjalankan hidup si tokoh. Meskipun, lagi-lagi, kami tak menemukan capaian fisiologis yang cukup signifikan kecuali beberapa perubahan pada tempo tubuh, cara memainkan tangan, cara melihat, dan cara mendengarkan. Soal warna suara, ketika dia berdialog di adegan terakhir, kami tak menemukan penciptaan warna suara yang lain. Pun dengan cara berjalan.
Sha Ine Febriyanti di Bumi Manusia 30%
Aktris dengan kans terbesar kedua dalam nominasi Aktris Utama Terbaik FFI 2019 adalah Sha Ine Febriyanti. Kami tak terkejut ketika namanya masuk nominasi. Karena kami sudah menduga bahwa ia sangat mungkin masuk nominasi. Bahkan ia memiliki kans yang cukup besar untuk mendapatkan penghargaan ini. Tapi kenapa ia ada di posisi kedua dengan prosentase 30%? Apa yang kurang dari permainan Ine Febriyanti?
Sejatinya tidak ada yang kurang dari permainan Ine Febriyanti. Hanya saja capaian permainan Ine Febriyanti tidak lebih kompleks dari Raihaanun. Soal permainan emosi, Ine Febriyanti sejatinya memiliki beban yang sedikit lebih ringan dari pada Raihaanun karena ia bisa mengatakan semua emosinya. Tapi memang benar bahwa ini bukan soal ada atau tidak adanya dialog. Mau tak mau, tak bisa dipungkiri bahwa ketika tak ada dialog, beban aktor untuk menunjukkan emosi tokohnya jadi lebih berat. Nah, Raihaanun diuntungkan dengan kondisi itu. Terlebih seperti yang kami katakan di atas, Raihaanun berhasil menjalankan itu.
Sementara Ine Febriyanti sejatinya juga berhasil menjalankan semua emosinya dengan baik. Tapi ia sebenarnya ada pada capaian permainan emosi yang sama dengan Zara. Beberapa hal yang membuat Ine ada di posisi kedua dengan 30% di atas Zara dan Nirina adalah karena ia memiliki capaian lain yakni soal fisiologis. Meskipun capaian fisiologisnya lebih condong ada di penciptaan aksen, tapi setidaknya Ine berhasil menciptakan aksen tokohnya dengan baik. Capaian fisiologis ini juga yang membuatnya mendekati Raihaanun yang memiliki 35% kesempatan mendapatkan Aktris Terbaik FFI 2019.
Selain soal capaian fisiologis, Ine Febriyanti berhasil menjalankan sejarah tokohnya dengan konsisten. Kalian bisa melihatnya pada permainan mata Ine Febriyanti. Itu juga yang membuatnya ada di posisi kedua mengungguli Zara dan Nirina yang tidak cukup menunjukkan sejarah tokoh. Tapi kalau soal sejarah tokoh, Ine Febriyanti harus rela ada di posisi kedua di bawah Raihaanun yang dalam sudut pandang kami berhasil mengejawantahkan sejarah tokohnya dengan baik.
Nirina Zubir di Keluarga Cemara 17%
Dalam acting review kami tentang Keluarga Cemara, Nirina Zubir memang kami tulis bermain emosi dengan cukup baik. Ia mampu mendengarkan dengan baik, merespon dengan baik, dan yang paling penting adalah ia merespon dengan cara yang setidaknya tidak sangat sama dengan dirinya di kehidupan nyata. Satu hal yang pasti terlihat adalah sama dengan Ringgo Agus, yakni soal ritme tokohnya.
Nirina Zubir bermain sebagai Emak di Keluarga Cemara. Ia menciptakan tokoh dengan ritme yang selaras dengan Abah. Nah, kesadaran untuk menciptakan tempo tokoh ini tak dimiliki banyak aktor. Padahal dengan menciptakan tempo yang berbeda, akan membuat si aktor secara tak langsung merubah caranya merespon sesuatu. Bahkan bukan hanya cara, tapi juga bentuknya.
Kenapa Nirina ada di posisi ketiga dengan 17% dan bersaing ketat dengan Zara? Nirina bahkan sebenarnya ada di bawah Zara jika kita melihat permainan emosi mereka. Tapi jika kita melihat dimensi yang lain, yakni soal ritme, yang mana itu bisa berhubungan dengan psikologis dan fisiologis tokoh, maka Nirina Zubir memiliki capaian yang jauh lebih baik dari Zara. Nah, karena pada permainan emosi Nirina tak berhasil mengungguli Zara, maka pada dimensi yang lain membuat Nirina mengungguli Zara dan ada di posisi ketiga.
Soal kenapa ia di bawah Ine Febriyanti dan Raihaanun, sudah jelas karena soal permainan emosi, penciptaan dimensi fisiologis, capaian ritme dan inner life tokoh tak cukup mengungguli capaian Ine Febriyanti dan Raihaanun.
Adhisty Zara di Dua Garis Biru 16%
Nama Adhisty Zara sebenarnya cukup mengejutkan kami ketika ia berhasil masuk nominasi aktris utama terbaik FFI 2019. Tapi setelah kami menonton film Dua Garis Biru dan melihat susunan film yang masuk daftar pendek, kami tak jadi terkejut. Karena dengan permainannya di Dua Garis Biru, Zara memang layak ada di salah satu nominasi aktris terbaik.
Dalam film Dua Garis Biru, Zara berhasil menunjukkan permainan emosi yang kuat. Kami tak bicara soal capaian fisiologis ya, karena memang tak ada capaian itu sama sekali. Tapi kami bicara soal capaian emosi yang menurut kami sangat kuat. Zara berhasil memainkan emosinya dengan intens, relevan, dan logis. Ia berhasil mendengarkan dengan baik. Ketika bermain, Zara terlihat sungguh-sungguh mendengarkan dan merespon sesuai apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh tokohnya. Tentu dengan bentuk Zara sendiri yang sama persis dengan bentuk tokohnya di Keluarga Cemara. Itu kenapa kami bilang bahwa Zara tidak memiliki capaian fisiologis.
Lalu kenapa ia ada di posisi keempat? Sederhana saja. Jika dibandingkan dengan pemain yang lain, Zara bertarung sengit dengan Nirina Zubir dalam soal permainan emosi. Mereka berdua mendapatkan porsi permainan emosi yang kurang lebih sama. Kedua aktris ini mendapatkan porsi emosi yang sama kompleksnya. Hanya saja, Nirina memiliki sedikit capaian pada dimensi fisiologis dan sosiologis. Sementara Zara hanya memiliki capaian psikologis, tidak pada dimensi yang lain.
Kalau mau dibandingkan dengan Raihaanun atau Ine Febriyanti, Zara jelas kalah jauh. Soal permainan emosi, Raihaanun jelas jauh lebih kompleks. Seperti yang kami sebutkan di atas, tingkat kesulitan tokoh Raihaanun jauh lebih tinggi karena harus bisa menunjukkan pada penonton bagaimana gejolak pikiran dan perasaan tokoh dalam kondisi diam. Sementara Ine Febriyanti memiliki capaian fisiologis dan sosiologis yang jauh lebih baik dari Zara. Sehingga membuat Ine ada di posisi kedua.
Zara memiliki masa depan kualitas yang baik di keaktoran. Dengan catatan ia menyadari bahwa dia memiliki potensi dan harus mengasah potensinya. Jika ia puas dengan capaian permainan emosional saja, maka bersiap saja, dalam waktu kurang dari setahun, kualitasnya akan tersusul dan tergerus yang lain. Zara, pesan kami; lanjutkan belajar keaktoran, kamu bisa jadi aktris besar.
Sissy Prescillia di Milly dan Mamet 2%
Kami bingung kenapa nama ini masuk dalam salah satu nominasi aktris terbaik. Bahkan nama ini menyingkirkan nama besar lain seperti Maudy Koesnaedi di film Ave Maryam yang menurut kami akan mendapatkan salah satu tempat di nominasi aktris utama terbaik FFI 2019. Apakah kalian salah satu di antara beberapa atau sekian banyak orang yang mempertanyakan hal ini.
Satu lagi, kami sudah menonton Milly dan Mamet. Kami tak memungkiri bahwa sebagai sebuah film yang utuh, Milly dan Mamet adalah film yang menarik. Taste komedinya tak rendahan. Tangga dramatiknya pun cukup baik. Tapi soal permainan, kami tak melihat ada satu hal pun yang bisa dinilai. Kenapa? Ingat-ingat lagi. Semua, hampir semua respon yang terjadi pada permainan Sissy Prescillia dan Dennis Adhiswara terasa palsu. Respon-respon mereka keluar seperti karena “diwajibkan” keluar oleh naskah atau sutradara.
Cara mengecek apakah responnya tepat atau tidak, kalian bisa mendengarkan nada pengucapan dialog Sissy dan Dennis. Hampir semua nadanya terasa sama, monoton, dan terkesan artifisial. Kami sudah menonton film ini dan kami memang sengaja tak menulis acting reviewnya. Karena kami tak bisa menulis apapun. Bahkan soal permainan emosi, kami rasa Maudy Koesnaedi di Ave Maryam jauh lebih baik dalam menjalankan emosi tokoh dari pada Sissy.
Pada permainan emosi saja kami tak menemukan capaian yang menarik. Kami belum bicara soal pencapaian dimensi fisiologis. Suara Sissy tak berubah, cara berjalannya sama, cara memainkan tangan, kepala, dan gesture lainnya tak ada perubahan. Jika kita sepakat melihat kualitas akting seseorang dari sejauh apa ia dan tokoh ciptaannya, maka Sissy Prescillia ada di jarak yang dekat.
Kami sebenarnya berusaha menjauhkan pikiran buruk soal terpilihnya Sissy Prescillia. Tapi kami sepertinya tak bisa. Kami mengetahui bahwa dalam perwakilan asosiasi ada nama Dennis Adhiswara yang dipilih sebagai wakil dari PARFI 56. Apakah adanya Dennis Adhiswara dalam susunan perwakilan asosiasi itu yang menyebabkan Sissy Prescillia masuk? Entahlah. Itu hanya tuhan dan mereka yang tahu. Tapi di luar soal urusan politis “siapa kenal siapa” Sissy Prescillia menurut kami belum cukup pantas untuk masuk nominasi FFI 2019. Mohon maaf, no heart feeling, kami melihat berdasarkan kualitas permainan bukan persoalan personal.
Nominasi Aktris Utama FFI 2019 yang Agak Membuat Kecewa
Sebenarnya kami agak kecewa dengan nominasi aktris utama FFI tahun ini. Kenapa? Kami ingin sekali menjauhkan FFI dari anggapan soal nepotisme. Bahwa perilaku “siapa kenal siapa” itu sama sekali tidak ada dalam proses mereka memilih siapa yang terbaik secara kualitas. Kenapa kami khawatir? Karena kami merasa bahwa FFI harus menjadi barometer kualitas setiap aspek dalam perfilman kita. Bukan soal “siapa kenal siapa”.
Tapi keinginan kami untuk tidak berpikir buruk soal proses pemilihan nominasi ini selalu disentil dengan beberapa hal. Seperti pada kategori ini yang sebenarnya kami malas membahasnya. Tapi kami harus membahasnya. Kami berharap kami salah duga dan memang dipilih berdasarkan kualitas. Tapi masalahnya, kami tahu bagaimana melihat kualitas permainan seorang aktor atau aktris. Kami belajar itu sudah hampir 9 tahun. Mungkin iya, bahwa kami tak begitu baik dalam melihat segala aspek penciptaan. Tapi dengan melihat aspek penciptaan yang paling sederhana saja, soal respon sajalah, soal aksi reaksi saja, kami bahkan tidak mendapati satu hal pun yang menarik yang kemudian membuatnya pantas masuk nominasi.
Jika FFI memang ingin menjadi barometer kualitas, kami siap mendukung kalian habis-habisan. Tapi jika FFI hanya ingin menjadi barometer laku dan tidak laku, baiknya tagline #FilmBagusCitraIndonesia diganti saja dengan #FilmLakuCitraIndonesia.
Terima kasih, viva aktor!