[Acting Review] Javier Bardem, Pablo Escobar, dan Kenapa Tak Masuk Oscar
Javier Bardem merupakan salah satu aktor terbaik keturunan Spanyol yang namanya pernah menjadi buah bibir ketika ia memainkan tokoh Uxbal dalam film Biutiful di tahun 2010. Pasalnya pada tahun itu ia berhasil masuk menjadi salah satu nominasi aktor terbaik Oscar. Setelahnya, ia mendapatkan banyak nominasi di film Skyfall, tapi tak masuk Oscar. Setelah itu, Javier Bardem tidak terdengar lagi gaungnya, bahkan ketika ia memainkan tokoh “Him” dalam film Mother! Dalam film yang ia mainkan bersama dengan Jennifer Laurence, Javier hanya mendapatkan 1 nominasi di Golden Raspberry Award untuk Aktor Pembantu Terburuk. Mengejutkan ketika ia masuk nominasi itu, tapi kita tak hendak membahas soal itu.
Kali ini kita akan membahas permainan Bardem di salah satu film terbarunya yang rilis setelah Mother! Film tersebut berjudul Loving Pablo. Film ini bercerita tentang Raja Narkoba asal Kolombia dan Bardem berperan sebagai Pablo Escobar. Menarik membahas permainan Javier Bardem sebagai Pablo Escobar dan kenapa dia tak berhasil masuk – bahkan nominasi – Oscar.
Secara garis besar, Bardem sukses menciptakan tokoh Pablo Escobar dengan sangat utuh. Jika kamu melihat film-film Bardem sebelumnya, lalu melihat film ini dan melihat Bardem dalam keseharian, maka sudah jelas Bardem berhasil menciptakan manusia baru. Sebagai seorang aktor ia telah berhasil menciptakan tokoh tersebut dengan utuh dan detail dari ujung kepala sampai kaki. Penciptaan Bardem bukan hanya soal penampakan tubuhnya saja, tapi juga soal cara memandang Pablo Escobar yang ia buat dingin dan kejam.
Di adegan pertama ketika Pablo muncul, kamu bisa melihat bagaimana mata yang diciptakan Bardem terlihat begitu tenang dan kejam dalam satu waktu yang bersamaan. Bahkan ketika kamu tidak mengenal siapa Pablo Escobar dan mungkin lupa membaca sinopsis cerita filmnya, kamu bisa menyimpulkan dari pandangannya saja Pablo Escobar adalah orang yang sangat keji.
Bicara soal bagian fisiologi yang ia bentuk, semuanya nampak hidup. Dengan bantuan make up dan special effect, figure Pablo Escobar yang kejam berhasil diciptakan oleh Bardem. Ditambah lagi dengan warna suara yang dibuat oleh Bardem, semuanya terasa menyatu antara warna suara, bentukan tubuhnya, cara memandangnya, caranya menunjuk, dan bahasa tubuh lain. Bahkan sampai pada titik paling detail yakni caranya tersenyum. Bardem menciptakannya rigid, bahkan untuk momen-momen tertentu.
Misalnya, ketika Virginia (Penelope Cruz) turun dari pesawat dan marah-marah, cara Bardem tertawa terlihat hidup. Lalu perhatikan lagi di adegan ketika Bardem bertemu Penelope di dekat kolam renang ketika pesta, caranya tersenyum kali ini berbeda, bukan hanya rasanya yang berbeda, tapi juga bentuknya. Semua yang dibangun Bardem bukan permukaan. Semua lakunya muncul dari emosi yang ia ciptakan di dalam.
Seperti langkah-langkah dalam menciptakan tokoh di dunia keaktoran, Bardem telah berhasil membentuk tubuhnya menjadi tubuh Pablo Escobar, lalu mengisinya dengan emosi dan pikiran yang terus berjalan yang juga milik Pablo Escobar. Hasilnya, tidak ada yang artifisial dalam laku yang ia ciptakan. Meminjam apa yang Stanislavsky katakan dalam bukunya Membangun Tokoh, ia berkata; “Tanpa bentuk lahiriah, penokohan batin maupun ruh dari apa yang kalian citrakan memang mustahil sampai ke penonton. Penokohan lahiriah menjelaskan dan memberikan ilustrasi dan dengan demikian menyampaikan pola batiniah tokoh lakon yang kalian perankan kepada penonton.” Itulah yang dilakukan Bardem dalam soal menciptakan bentuk tubuhnya. Dari pola lahiriahnya, kita secara tidak langsung bisa membaca pola batiniah si tokoh.
Selanjutnya bicara soal suara. Seperti kata Suyatna Anirun dalam bukunya Menjadi Aktor, “Suara adalah kendaraan imajinasi, dengan demikian posisinya cukup dominan dalam pemeranan.” Bardem benar-benar membuat suara yang ia ciptakan sebagai kendaraan imaji terbaik untuk menyampaikan kepada penonton tentang Pablo Escobar, sang Raja Kartel Narkoba yang bisa membunuh dengan cara yang keji. Ia berhasil mensinkronkan antara bentuk tubuhnya, caranya memandang, dan laku tubuhnya yang lain dengan suara yang ia ciptakan. Suara yang agak berat menambah sense keji dari seorang Pablo Escobar. Coba kamu dengarkan bagaimana Bardem menciptakan suara tokoh Uxbal di Biutiful dan Him di Mother! keduanya sebenarnya punya dasar suara yang sama, tapi ada perbedaan tipis. Lalu jika kamu bandingkan dengan Pablo Escobar, maka rasanya akan nampak melompat jauh dari suara yang ia ciptakan di film-film sebelumnya. Meskipun, lagi-lagi, suaranya punya akar yang sama (Jelas, yang memainkan aktor yang sama, hahaha).
Cukup rasanya bicara soal fisik yang ia ciptakan, kali ini mari kita bicara soal psikologi dari tokoh ini. Bardem – tak henti-hentinya saya bilang – berhasil menciptakan dimensi psikologis dari Pablo Escobar. Dalam setiap momen yang ada di dalam film ini, semuanya dibangun dengan jujur oleh Bardem. Stanislavsky pernah berkata dalam bukunya Membangun Tokoh; “Pertama-tama saya percaya secara penuh dan sungguh-sungguh bahwa yang sedang saya lakukan dan rasakan itu nyata, dari sana kemudian muncul rasa percaya diri dan keyakinan bahwa citar yang sudah saya ciptakan itu tepat dan bukan kepura-puraan”
Bardem tidak membangun perasaan dan pikiran tokohnya dengan berpura-pura. Ia menyampaikannya secara jujur sesuai dengan apa yang dirasakan tokohnya pada momen tersebut. Sepanjang film kita akan disuguhi Pablo Escobar yang pemberani, tak takut mati, dan tak pernah meneteskan air mata. Tapi ada satu adegan yang sangat menarik dan wajib kalian tonton. Adegan tersebut adalah ketika Pablo menggendong putrinya dari dalam penjara yang ia bangun, menuju keluar penjara dan hendak membelikan sang putri es krim. Disitulah Bardem menunjukkan kematangannya dalam memainkan Pablo. Emosi Pablo yang selama ini nampak keji, tiba-tiba menjadi melow. Ia meneteskan air mata dengan pandangan yang tetap keji. Efeknya ketika menonton adegan itu hanya bisa bilang “Gila! Apa yang terjadi pada Pablo sepanjang film sampai adegan tangisan itu?”
Kita sudah bicara banyak kesempurnaan dalam permainan Javier Bardem di Loving Pablo. Lalu apa kekurangannya? Mungkin bisa dipastikan hampir tidak ada. Tapi jika apa yang diciptakan Bardem itu masuk dalam kategori film biopic yang karakternya diciptakan tanpa tendensi apapun dari sang sutradara atau penggagas film ini dan Bardem sendiri, maka bisa dibilang Bardem gagal! Kenapa bisa begitu? Setahu saya, memerankan tokoh biopic artinya menunjukkan secara jujur dan tulus bagaimana tokoh itu sesungguhnya di dunia nyata, dari ujung kepala sampai ujung kaki dalam semua aspek dimensi tokoh. Coba kamu lihat video wawancara Pablo Escobar di bawah ini, lalu jika punya kesempatan, bandingkan dengan permainan Bardem di film Loving Pablo.
Hampir bisa dipastikan berbeda. Dalam video wawancara singkat itu, kita bahkan tidak bisa mengetahui bahwa Pablo Escobar adalah orang yang keji dan pembunuh berdarah dingin. Ia bahkan terlihat lebih lihai menyembunyikan identitas aslinya. Pablo yang asli terlihat lebih seperti orang baik-baik, dimana jika kamu belum pernah mengenal Pablo Escobar, kamu tidak akan masalah ngobrol satu meja dengannya. Tidak ada rasa seram, keji, atau pun pembunuh dalam laku, padangan mata, warna suara, dan cara bicara Pablo. Hanya seperti kebanyakan pebisnis saja.
Tapi coba lihat apa yang diciptakan Bardem. Semua pujian yang saya utarakan di atas bisa jadi saya tarik kembali, jika menciptakan tokoh biopic artinya meniru tokoh itu secara utuh. Bardem atau entah siapa dibalik film tersebut, sepertinya terlalu tendensius dalam menciptakan tokoh Pablo Escobar. Mereka ingin menunjukkan Pablo yang sesungguhnya, Pablo dibalik kamera-kamera itu mungkin. Tapi coba bandingkan saja adegan wawancara dalam film dengan wawancara di dunia nyata, tetap sama! Pablo Escobar yang diciptakan Bardem nampak keji, sementara Pablo Escobar yang sesungguhnya seperti orang baik-baik yang bahkan cenderung terlihat cupu. Sebenarnya sah-sah saja jika Bardem ingin memberikan gambaran pada para penonton tentang Pablo Escobar yang kejam, tapi… apakah itu artinya aktor sudah jujur dan tanpa tendensi? Padahal tokohnya jelas-jelas tidak begitu. Kamu yang menentukan.
Kalau soal kekurangan, mungkin itu yang perlu digaris bawahi. Lalu sekarang, pertanyaan besar muncul lagi. Kenapa permainan sebagus itu tak masuk Oscar, bahkan nominasi? (Lagi-lagi jika mengenyampingkan penciptaan tokoh biopic yang harus sesuai dengan figur aslinya) Atau kah memang film ini masuk ke Oscar 2019 karena dirilis di Spanyol Maret 2018? Atau ada alasan lain? Padahal mungkin permainan Bardem di Loving Pablo ini bisa menyingkirkan kandidat lain seperti Timothi Chalameet, Daniel Kaluuya, atau bahkan Denzel Washington. Kenapa?
Pertama mungkin karena memang Bardem terlalu tendensius dan tidak jujur dalam menciptakan tokohnya. Padahal semua bagian sudah mendukung, terutama Make Up dan Special Effect (yang jika kamu lihat, Pablo Escobar yang asli tidak segemuk itu). Tapi soal penciptaan manusia baru Bardem sukses menciptakan manusia baru. Bahkan bisa disejajarkan dengan Daniel Day Lewis. Tapi kenapa gagal masuk Oscar?
Kedua, mungkin ini soal politik. Coba pikirkan, bagaimana jika sosok yang di Kolombia menjadi pahlawan bagi sebagian orang dan menjadi musuh bersama Amerika dalam memerangi narkoba, lalu muncul lagi di perhelatan penghargaan film terbesar sejagat? Mungkin ketakutan akan munculnya rasa kagum pada Pablo Escobar membuat Bardem tak masuk, bahkan nominasi. Persoalannya bukan hanya di Oscar, hampir di semua award di dunia, Bardem tak masuk nominasi.
Tapi di luar itu semua, Bardem memang layak diacungi jempol dalam menciptakan tokoh Pablo Escobar. Di luar kekurangannya, Bardem tetap berhasil menciptakan manusia baru. Itu yang harus selalu digaris bawahi oleh setiap aktor rasanya, bahwa menciptakan manusia baru, tanpa tendensi, dan jujur seperti apa yang tokoh itu mau adalah tujuan seorang aktor.
“Jika kau mau menunjukkan kepada kami dirimu seperti apa adanya dalam kehidupan nyata – bukan sang aktor Grisha Govorkov melainkan dirimu sebagai manusia – itu akan hebat. Mengapa? Karena manusia seperti adanya dirimu jauh lebih menarik dan berbakat ketimbang ‘SANG AKTOR’” Stanislavsky, Membangun Tokoh (hal. 26:2008)