The Father; Menjalani Ingatan yang Kompleks

the father

Terakhir nama Anthony Hopkins masuk ke berbagai macam penghargaan adalah lewat permainannya di film The Two Popes, dimana ia berhasil menyabet beberapa penghargaan dan mendapat banyak nominasi. Setelah permainan matangnya di The Two Popes, kakek berusia 83 tahun ini kembali menggemparkan dunia seni peran dengan permainannya di The Father bersama Olivia Colman. Banyak nominasi yang ia dapatkan dari permainannya di film ini. Ketika kami menonton trailernya, awalnya kami berpikir kalau mungkin ini soal kedalaman permainan emosi Hopkins saja, yang sudah sering ia lakukan di banyak filmnya. Tapi setelah kami menontonnya tiga kali, kami bisa bilang, ini bukan hanya soal permainan emosi yang intens. Lalu? Tonton atau baca sampai abis ya! 

 

 

Merespon Pikiran dan Ingatan yang Kompleks

Kalau mau bicara soal capaian fisiologis seperti biasanya, sepertinya untuk permainan Anthony Hopkins dan Olivia Colman di The Father kita lewatkan saja aspek tersebut. Terutama fisiologis yang berhubungan dengan bentuk berjalan, dan laku tubuh yang tumbuh dari luar, bukan laku tubuh yang muncul karena operasional dalam yang bekerja ketika menjalani peristiwa. Untuk laku tubuh yang terakhir kami sebutkan itu agak berbeda cara melihatnya. Kita akan bahas di artikel ini atau mungkin di artikel yang lain. 

Menilik permainan Anthony Hopkins di The Father, fokus kami ada pada pertumbuhan pikirannya yang kompleks dan respon karakter ini atas pertumbuhan pikiran dan ingatan yang kompleks itu. Seperti yang kalian ketahui, kalau sudah baca sinopsis atau nonton The Father tentunya, karakter Hopkins yang bernama Anthony mengalami kondisi ingatan yang perlahan-lahan mulai menghilang karena usia. Atau dalam bahasa kita, perlahan-lahan ia mulai pikun. Hopkins merespon perubahan pikiran dan ingatan yang kompleks itu dengan cukup baik, meski awalnya kami harus mengerahkan segala perhatian untuk membaca bagaimana Hopkins melakukan hal tersebut. 

Misalnya di adegan awal ketika Anne, anaknya masuk tapi yang muncul bukan wujud Anne yang dikenali Anthony. Di sana kita bisa melihat keterkejutan muncul yang kemudian perlahan berubah jadi kebingungan. Kami rasa pertumbuhan emosi ini relevan dengan kondisi karakter. Bayangkan saja, Anthony adalah karakter yang dengan sadar menderita hilang ingatan. Kemudian ia harus menghadapi peristiwa dimana ia melihat anaknya muncul tapi bukan dengan wujud anaknya yang selama ini ia kenal. Dalam logika paling sederhana pasti akan muncul keterkejutan terlebih dahulu, kemudian kebingungan karena pikirannya mencoba mengkonfirmasi ingatannya sendiri. Setelah kebingungan itu kita bisa melihat Anthony berusaha meyakini ingatannya dan seperti mengatakan pada dirinya sendiri kalau mungkin ia lupa soal wujud anaknya, dan yang ada di depan itu adalah benar-benar anaknya meskipun ia ragu. Untuk menutupi keragu-raguannya itu, kita kemudian bisa melihat senyuman yang aneh. Senyuman itu kami pikir bisa disebut sebagai salah satu capaian fisiologis, tapi bukan yang berasal dari luar, melainkan dari operasional dalam yang terjadi di diri Anthony ketika peristiwa ini berlangsung. 

Pola yang sama juga terjadi di adegan lain. Misalnya pada adegan ketika Anthony bertemu dengan Paul di awal film. Di adegan tersebut, kita bisa melihat keheranan muncul terlebih dahulu, kemudian upaya mempertahankan diri muncul dan perlahan menjelma menjadi kemarahan. Dari proses itu kita bisa melihat bahwa marahnya Anthony adalah sebuah bentuk perlindungan diri. Lalu jika kita perhatikan lagi, masih di adegan yang sama, kita bisa melihat perubahan emosi yang menarik dari Anthony saat Paul menyatakan bahwa ia adalah suami dari Anne. Di sana kita melihat kemarahan yang perlahan berubah jadi kebingungan. Lalu pola pengendalian dan konfirmasi atas ingatannya sendiri terjadi lagi.

 

 

Sekali lagi, pola pengendalian emosi yang sama muncul di banyak adegan setelahnya. Terutama adegan-adegan yang berhubungan dengan kemampuan Anthony memakai ingatannya. Selalu ada momen terkejut, lalu bingung, kemudian disusul dengan momen konfirmasi, lalu mencoba menerima kondisi Anthony yang memang tidak memiliki ingatan yang kuat lagi. Tapi yang menarik adalah, meski polanya sama, dinamikanya selalu berwarna. Bukan hanya dinamis dan berwarna, tapi semua perubahan emosi yang dilakukan Anthony tepat. Termasuk dengan ledakan-ledakan emosi dan perubahan emosi entah yang drastis atau yang tidak. Semua dilakukan dengan pijakan yang kuat dan tidak mengarang bebas. 

Kami rasa itulah yang membuat permainan Hopkins jadi menarik sekaligus tidak artifisial. Hopkins sama sekali tidak mengarang. Ia seperti tahu betul semua alasan dari kemunculan emosinya. Jika diperhatikan baik-baik, Hopkins tidak hanya menggunakan prinsip inside out atau outside in saja, tapi inside outside. Artinya proses operasional dalam berjalan beriringan dengan proses operasional luar. Keduanya kemudian saling mendukung satu sama lain. Hal itu membuat permainannya kuat. 

Semakin berjalannya film, kita semakin melihat banyak adegan dimana Hopkins bermain semakin intens dan yang menarik adalah secara konsisten grafiknya naik dan sesuai. Tidak ada lompatan yang tiba-tiba dan kami rasa itu tepat. Tokoh yang dimainkan Hopkins di The Father bukan orang gila atau orang dengan kondisi mental tertentu. Ia hanya pikun. Sehingga memang seharusnya semua emosi yang dijalankan oleh karakter ini berdasar dan tidak tiba-tiba. 

Salah satu adegan dengan perjalanan yang tepat adalah ketika Anthony ditampar oleh Paul. Di sana kita bisa melihat emosi yang tumbuh sangat menarik, perlahan,dengan pijakan yang kokoh, dan sesuai dengan peristiwa. Kami rasa pada tahapan itu ada banyak emosi yang dijalankan oleh Anthony. Ia mungkin memulai dengan kebingungan, lalu mungkin ada sedikit kemarahan, yang perlahan berubah menjadi rasa takut ketika Paul perlahan mulai berjalan mendekat sampai ia ditampar. Kita lalui melihat tangisan yang kami pikir adalah satu bentuk kelelahan atas kondisinya sendiri sekaligus perwujudan dari ketakutannya. 

Hal yang sama tapi jauh lebih kuat kita lihat lagi terjadi di adegan terakhir ketika ia merengek seperti anak kecil dan memanggil ibunya. Di bagian itu kita bisa melihat kelelahan dan kemuakan yang teramat sangat, dan perasaan menyerah yang besar. Anthony mungkin berpikir bahwa ia tidak tahu lagi harus berpegang pada siapa. Anaknya sekarang sudah jauh di Paris dan ia mau tak mau harus diasuh oleh petugas panti jompo. Anthony kini benar-benar sendiri. Tangisan yang seperti anak-anak itu kami tangkap sebagai tangisan karena ketakutan atas kesendirian yang harus ia hadapi sekarang. 

 

 

The Father dan Ansambel yang Kuat

Lalu bagaimana dengan Olivia Colman? Olivia Colman tetap muncul sebagai seorang aktris yang berkualitas. Pertama, ia bisa menjadi partner main yang sangat baik untuk Hopkins. Selain sebagai seorang partner main yang baik, ia juga tetap berdiri sendiri sebagai seorang manusia, dalam hal ini sebagai tokohnya, Anne. Olivia menjalankan semua emosi karakternya sesuai dengan “umpan” yang diberikan oleh Hopkins. Ia merespon dengan tepat. Tak hanya itu, jika kami bilang di The Father Hopkins menjalankan operasional dalam dan luar beriringan, Olivia Colman pun begitu. Perasaan yang terjadi di dalam diri Anne tetap dijalankan dengan sangat baik. Pun Olivia sebagai Anne tetap mendengarkan dan merespon segala yang terjadi di luar dengan sangat baik. 

Kami sama sekali tak heran kenapa Olivia Colman dan Anthony Hopkins berhasil masuk banyak penghargaan termasuk Oscar. Kami juga tak heran kenapa Anthony Hopkins berhasil mendapatkan BAFTA. Ia memang pantas. Mereka memang pantas. Permainan ansambel yang luar biasa dan ciptaan personal yang luar biasa, membuat mereka berdua pantas mendapatkan segala pujian atas permainan mereka di The Father. 

Itu menurut kami. Menurutmu?

Terima kasih, viva aktor

About The Author