Marshall; Visi dan Mata Chadwick yang Kuat
Mungkin ini akan jadi salah satu acting review terpendek yang pernah kami tulis. Sangat menarik membahas Marshall, film yang bercerita tentang seorang pengacara kulit hitam. Marshall diperankan oleh almarhum Chadwick Boseman dan menjadi salah satu film Chadwick Boseman favorit kami.
Ada banyak hal yang membuat film ini jadi favorit. Tapi, tentu tidak sepenuhnya menjadi favorit. Kenapa begitu? Mari kita bahas!
Sekali Lagi, Kenapa Dengan Fisiologis?
Kami selalu bingung dengan aktor-aktor yang tidak menciptakan fisiologisnya? Apakah menciptakan fisiologis bagi mereka terlalu ribet? Atau terlalu sulit? Hampir banyak aktor yang menganggap bahwa penciptaan fisiologis itu tidak penting. Tapi bukankah mereka, siapapun yang menjadi aktor sekarang, jika ditanya apa arti akting, salah satu jawabannya adalah menjadi orang lain? Tidak termasuk fisiologisnya?
Itulah yang terjadi di film Chadwick Boseman yang satu ini. Di Marshall, yang tokohnya ada di dunia nyata, tidak ada perubahan fisiologis yang signifikan dari Chadwick. Kami awalnya merasa warna suaranya berubah. Tapi sayangnya tidak. Warna suaranya tidak sangat berubah. Perubahan yang terjadi ke warna suara hanya terdengar lebih berat sedikit saja. Sedikit sekali. Pertanyaannya, apakah Marshall yang asli suaranya sama seperti Chadwick Boseman? Mungkin iya, mungkin tidak. Kami tidak bisa menemukan warna suara Marshall ketika seusia seperti yang ada di filmnya. Kami hanya menemukan warna suara Marshall ketika ia sudah tua. Tentu tidak bisa kami bandingkan, karena mungkin warna suaranya sudah berubah karena kondisi fisik.
Coba dengarkan suara Marshall di video ini;
Meski warna suara Chadwick Boseman dan Marshall Thurgood muda tidak bisa kami lacak, tapi ritme bicara bisa kami dapatkan. Dari ritme bicara itu kami merasa ada kesamaan antara Thurgood ciptaan Chadwick dan Thurgood yang asli. Ritmenya seperti ditekan di kata-kata terakhir. Pada hampir semua pengucapan dan dalam segala kondisi emosi. Meskipun tentu penekanannya akan berbeda ketika mendapatkan peristiwa dan emosi yang berbeda. Tapi kesamaan ritme ini menarik perhatian kami.
Ritme ini membuat tokohnya memiliki kesan yang sangat berbeda. Kami menangkap kesan tenang sekaligus tajam dari ritme yang dipilih dan digunakan oleh Chadwick. Apakah itu yang dimau oleh Chadwick?
Soal suara tak ada yang bisa dibahas lagi. Aksen kami rasa terdengar sedikit berubah tapi tidak sangat kental. Secara garis besar, pencapaian pada aspek suara di permainan Chadwick, terselamatkan berkat ritme yang sedikit banyak mengikuti ritme Marshall Thurgood.
Setelah suara, kita ke bagian fisik yang lain. Di bagian fisik yang lain, sayangnya tidak ada capaian sama sekali. Maaf kami harus mengatakan itu, tapi kami tak melihat bentuk fisik yang berubah total atau pun sebagian. Kami melihat cara berjalan yang sama seperti Chadwick di beberapa video interview dan red carpet. Selain itu kami juga melihat cara berjalan yang sama seperti ketika ia bermain di Black Panther. Tapi semua bentuk berjalan itu memunculkan kesan tokoh yang lain. Dimana kira-kira tujuan kesannya sama dengan ritme bicara yang kami sudah sebutkan di atas tadi.
Sudah, tidak ada lagi soal fisiologis yang bisa kami bahas. Dengan sangat terpaksa kami bisa bilang, untuk fisiologis, capaiannya tidak sebagus, jauh, sangat jauh, dari aspek yang akan kami bahas setelah ini.
Mata dan Visi Marshall yang Luar Biasa Kuat
Mari kita singkirkan terlebih dahulu cita-cita fisiologis dari seni peran yang ideal. Mari kita, atau mungkin bukan kita, kami saja, menyingkirkan keinginan untuk membuat seni peran selalu ideal dengan mampu mengubah segala aspek dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kita singkirkan itu terlebih dahulu. Mari kita lihat permainan Chadwick Boseman di aspek yang lain, yakni permainan emosinya.
Pertama mari fokus pada mata aktor ini. Chadwick Boseman memang memiliki mata yang luar biasa kuat. Kami sendiri bisa melihat dari awal adegan kalau mata yang kuat menjadi kunci permainannya. Mata Chadwick selalu berhasil menjadi jendela atas segala emosi dan pikiran yang sedang dirasakan dan dipikirkan si tokoh. Tidak ada sedetik pun momen yang membuat kami tak memuji mata Chadwick. Bukan, ini bukan soal matanya yang menatap tajam saja. Tapi matanya yang mampu menjadi wakil atas semua emosi yang dilalui tokoh. Emosi dalam bentuk apapun. Mata itu selalu bisa menjadi jendela yang baik.
Banyak orang menyebut mata adalah jendela perasaan dan pikiran orang. Kita bisa melihat apa yang seseorang pikirkan dan rasakan melalui matanya. Chadwick menggunakan matanya sebagai jendela yang baik. Ia tahu kapan harus membuka jendela itu lebar-lebar, kapan harus menutupnya, kapan harus menutup tapi membuka gorden jendela sehingga bagian dalam tetap terlihat, kapan harus menutup jendela dan menutup gorden tapi tidak mematikan lampu dan sebagainya dan sebagainya. Segala jenis emosi berhasil ditunjukkan oleh Chadwick.
Kami, seperti biasa, lalu bertanya, apa yang menyebabkan Chadwick mampu melakukan hal tersebut? Apakah ini bakat? Atau ada hal lain? Kami merasa memang ada unsur bakat disini. Seperti cerita yang beredar di internet, bahwa Chadwick adalah salah satu siswa keaktoran terbaik yang mendapatkan beasiswa dari Denzel Washington. Kami rasa ada unsur bakat pada kemampuan matanya.
Tapi selain bakat, adalah pemahaman soal visi tokoh pada tiap peristiwa yang dialami dan dilalui oleh si karakter. Kami rasa, meski fisiologis tidak diciptakan dengan baik, Chadwick tahu mau dibawa kemana tokoh yang sedang ia mainkan. Bahkan lebih dari itu, tokohnya pun tahu kemana ia harus pergi. Sehingga secara visi, sangat kuat. Chadwick memiliki pemahaman yang kuat atas tokoh dan menjadikannya paham dengan visi si tokoh, tokohnya sendiri juga paham atas visi dan tujuannya. Gabungan keduanya itu memunculkan visi yang luar biasa kuat.
Ada banyak adegan yang bisa kamu lihat. Dari mulai adegan awal, dan semua adegan setelahnya. Tidak hanya ketika ia sedang ada di pengadilan saja, tapi di luar pengadilan. Ketika adegan terakhir dan duduk bersama Sam di restoran, atau adegan ketika ia menyelidiki jembatan. Semua adegan, dengan beragam emosi, memiliki visi yang kuat dan sekali lagi, matanya berhasil menjadi perwakilan atas kekuatan visi tersebut.
Kami kira akan pendek, ternyata tetap saja panjang. Pada intinya, Chadwick Boseman berhasil memainkan tokoh Marshall di film ini. Tapi, kalau kami melihat dari sudut pandang seni peran yang ideal, sejauh yang kami baca dan kami tahu, Chadwick separuh spesial. Ia seperti nasi goreng dan telur. Nasinya luar biasa enak, tapi telornya terlalu matang, sementara kami berharap telurnya setengah matang.
Bagaimana menurutmu tentang permainan Chadwick di film ini? Coba tulis di kolom komentar.