[Acting Review] Manchester by the Sea; Halaman Nol yang Kokoh
Mungkin sebagian dari kalian tidak sangat familiar dengan film Manchester by the Sea. Karena memang film ini bisa dibilang bukan film populer. Mungkin kalau kalian nonton film ini, kalian akan merasa bosan. Karena memang, dari segi cerita, Manchester by the Sea adalah tipikal film yang harus kalian perhatikan baik-baik. Dan lagi, film ini menurut kami justru bukan film yang fokus pada jalur cerita, tapi fokus pada perjalanan psikologis tokohnya. Itu kenapa, tokoh utama dalam film ini, Lee Chandler, yang dimainkan oleh Casey Affleck berhasil mendapatkan Oscar pertamanya.
Seperti biasa, kita tidak akan bahas soal film ini secara mendalam. Kita akan membahas soal bagaimana permainan Casey Affleck, apa yang kira-kira bisa membuat dia mendapatkan banyak penghargaan dan berhasil menyingkirkan nominator lainnya. Apakah karena ia berhasil menciptakan fisik tokohnya dengan baik seperti Daniel Day-Lewis atau Gary Oldman? Atau ia berhasil memainkan pikiran tokoh dan bagaimana cara tokoh berpikir dengan baik seperti Willem Dafoe di At Eternity’s Gate? Berikut pembahasan lengkapnya.
Motivasi, Emosi, dan Halaman Nol Tokoh yang Kuat
Ketika kami menulis artikel ini, kami tidak lagi pusing soal capaian fisik dan membahas capaian fisik di awal. Pasalnya, nggak ada capaian fisiknya. Cukup sampai pada kalimat itu saja. Kami akan jelaskan di akhir kenapa nggak ada. Kami akan taruh yang tidak menarik di akhir, kalian boleh membacanya, boleh juga tidak. Kita akan membahas apa yang menarik dulu dari permainan Casey Affleck di film Manchester by the Sea.
Dari apa yang kami lihat di adegan pertama, tokoh Lee Chandler ini adalah orang yang tidak banyak bicara. Ia orang yang cenderung diam, dan tidak ingin merespon apapun yang terjadi di depannya. Kalau kami boleh berkata agak kasar, dia adalah lelaki yang “I don’t give a f*ck at all!”. Selain itu ia juga terlihat seperti tokoh yang putus asa dan tidak punya keinginan untuk hidup. Kami tidak tahu kenapa itu bisa terjadi. Hanya itu yang bisa kami lihat di adegan-adegan pertama.
Sebelum kami mendapatkan alasan di balik kemuakan Lee Chandler atas hidupnya, kami dibuat tertarik dengan caranya memainkan emosi dengan bungkus lelaki yang putus asa dan tidak peduli pada apapun. Dari semua bahasa tubuh yang dilakukan dan diputuskan untuk dilakukan, kami bisa melihat bahwa Lee Chandler berusaha menyampaikan pada penonton kalau dia adalah lelaki yang sudah tidak peduli pada apapun. Apakah lawan mainnya mau marah, pekerjaannya terancam, dan apapun itu, ia tetap tidak peduli. Ketidakpedulian itu terus muncul sampai di adegan ketika ia mendapat kabar bahwa kakaknya meninggal.
Pada saat adegan itulah tokoh Lee terlihat sedikit lebih hidup dan punya tempo yang lebih cepat. Jika sebelumnya tempo dari tokoh ini biasa-biasa saja atau bahkan cenderung lambat, ketika ia mendengar kakaknya meninggal, temponya menjadi lebih cepat. Ada semacam dorongan pada tokoh ini untuk bergerak sedikit lebih cepat. Kami awalnya berpikir ia akan merasa sangat kehilangan dengan meninggalnya sang kakak, tapi kami terlalu cepat memutuskan. Pasalnya, ketika ia sampai di rumah sakit, kami memang masih melihat dorongan dan tempo tubuh yang cepat. Motivasinya jelas, kakaknya meninggal. Dia pasti akan menangis. Ternyata tidak, Lee Chandler tetap tidak menangis bahkan ketika ia melihat mayat sang kakak. Apa yang dilakukannya hanyalah melihat sejenak, mendekatkan kepalanya ke kepala kakaknya, dan selesai. Wajahnya masih datar, seperti tidak ada emosi yang berjalan dalam perasaan si tokoh. Kami masih tak tahu kenapa itu bisa terjadi. Bagaimana mungkin ketika kakaknya meninggal, orang yang di beberapa adegan flashback di awal film dikisahkan punya kedekatan yang baik dan saat meninggal tidak berefek apapun pada si tokoh?
Tapi, meskipun responnya datar atas kematian si kakak, kami some how bisa melihat ada sesuatu yang menarik, baik pada caranya menata emosi, caranya diam, dan ekspresi wajahnya. Bahkan pada caranya mengatur nafas dan memainkan matanya. Kami sekilas, pada layer pertama melihat tidak terjadi apa-apa pada tokoh ini. Tapi pada layer yang lebih dalam, kami melihat ada sesuatu yang sangat berat terjadi pada Lee Chandler. Seperti ada sebuah emosi yang jauh lebih besar yang menahan semua emosi yang masuk ke perasaan dan pikirannya. Meskipun kami belum tahu apa itu dan belum tahu apa jawabannya.
Dalam film ini juga ada adegan flashback, dimana dalam adegan flashback, kami melihat Lee Chandler dengan tempo dan bit yang lain. Ia jauh berbeda dari Lee Chandler di masa sekarang. Jadi kami sempat berpikir Lee Chandler yang sekarang adalah Lee Chandler yang baru saja mengalami sesuatu yang sangat berat sehingga ia menjadi manusia yang berbeda. Kalau menurut banyak ahli psikologi manusia yang baik bisa seketika berubah jadi jahat ketika ada peristiwa yang sangat besar dan membenturkan pikiran dan perasaannya. Kami menduga itu juga yang terjadi pada Lee Chandler. Tapi belum tahu apa.
Anyway, perbedaan antara Lee Chandler ketika di masa lalu dan masa sekarang terasa. Salah satu bentuknya adalah Lee Chandler di masa lalu lebih cerewet dari pada Lee Chandler di masa kini. Meski begitu kita masih bisa melihat orang yang sama tapi dengan perilaku yang berbeda. Bagaimana menjelaskannya? Begini, Casey Affleck tetap memainkan Lee Chandler dengan bentuk yang sama (artinya bahasa tubuh, warna suara, gesture, dan lain-lain). Tapi hanya tumbuh menjadi Lee Chandler dengan kondisi emosi yang lain.
Kemudian semua pertanyaan kami atas “Kenapa tokoh ini terlihat sangat putus asa, tidak peduli, bahkan terkesan tidak berperasaan?” terjawab. Pada salah satu adegan flashback ditunjukkan bahwa Lee Chandler kehilangan semua anak kandungnya karena peristiwa kebakaran, yang usut punya usut terjadi karena kelalaiannya. Peristiwa besar itulah yang kemudian menjadikan tokoh itu perasaannya tidak tersentuh dengan kejadian apapun di hidupnya. Bahkan ketika kakaknya meninggal ia sama sekali tak tersentuh. Kenapa? Karena ada sebuah peristiwa yang jauh lebih besar lagi muncul, yakni kematian ketiga anaknya karena kelalaian Lee Chandler.
Halaman nol, atau sejarah tokohnya berhasil dibangun dengan sangat baik oleh Casey Affleck. Untuk yang belum tahu, halaman nol adalah apa yang tidak disebutkan di naskah tapi menjadi perjalanan dari si tokoh. Mungkin, dalam sudut pandang kita yang melihat film ini, masa lalu si tokoh bukanlah halaman nol. Karena ia ada di naskah. Tapi dari sudut pandang Lee Chandler yang hidup di masa kini, dalam satuan waktu film Manchester by the Sea, itu adalah halaman nol nya. Inilah yang menjadi poin paling menarik dalam permainan Casey Affleck. Ia berhasil mengejawantahkan halaman nol yang sangat berat bagi tokoh ini ke dalam semua permainannya di masa kini. Setelah tahu apa yang terjadi pada tokoh Lee Chandler di masa lalu, semua permainan tubuh, permainan emosi, pengaturan emosi, dan hal-hal yang berhubungan lainnya jadi jelas. Kenapa ia tidak menangis ketika kakaknya meninggal? Ya karena ia pernah lebih kehilangan dari pada itu. Ia kehilangan 3 orang anaknya, karena kesalahannya. Kematian kakaknya bukan apa-apa untuk Lee. Hampir tidak ada peristiwa yang bisa membuat perasaan Lee terpancing lagi.
Halaman nol itu juga yang menyebabkan semua motivasi dari laku Lee Chandler relevan. Pada kegiatan apapun, ia tidak bergeming. Ketika ia dimarahi bosnya di adegan awal karena melawan pelanggan, tidak ada ketakutan untuk dipecat sama sekali. Dalam pikirannya, Lee seolah berkata “Aku telah kehilangan hartaku yang paling berharga, anak-anakku, karena kesalahanku! Pekerjaan ini tidak ada artinya!” begitulah kira-kira. Sehingga semua lakunya jadi logis, karena bagi tokoh ini semua yang ada di depan matanya sekarang bukanlah sesuatu yang penting.
Kenapa peristiwa kematian anaknya itu menjadi hantaman yang besar? Kami bisa melihatnya dari durasi kejadian anaknya meninggal ke masa kini di film. Peristiwa itu terjadi belasan tahun. Sejauh yang kami ingat, terjadi lebih dari 10 tahun. Sekarang bayangkan, trauma sebesar apa yang bisa bertahan sampai 10 tahun? Hal itu sudah mengindikasikan bahwa kejadian yang dialami Lee Chandler adalah kejadian besar yang akan terus berefek pada hidupnya, selamanya!
Itu soal halaman nol Lee Chandler yang membentuk Lee Chandler masa kini. Lalu bagaimana dengan tokoh Lee Chandler yang dulu? Kita bisa melihat manusia yang lebih punya gairah. Terutama di adegan saat anaknya masih hidup. Tapi kita juga disuguhi tokoh Lee Chandler yang putus asa dan merasa bersalah karena membuat ketiga anaknya kehilangan nyawa. Kamu bisa melihat sisi “manusiawi” Lee Chandler pada adegan di kantor polisi saat ia selesai di interogasi.
Pada adegan itu kita bisa melihat bahwa selama interogasi Lee Chandler terlihat sudah tak berdaya dan tidak tahu akan melakukan apa. Terlebih lagi ketika akhirnya polisi memutuskan bahwa ia tidak membunuh anak-anaknya karena kejadian itu adalah kecelakaan. Dari sana kita bisa melihat Lee mulai memandang ke luar, melihat ke arah polisi yang berdiri. Kemudian ia berjalan keluar, dengan langkah yang cukup lambat, dan ketika ia keluar, matanya melihat ke arah pistol lalu seketika ia merampas pistol dari polisi tersebut dan berniat menembak kepalanya. Di adegan itu lah, dari sepanjang film, satu-satunya perasaan menyesal yang disampaikan secara verbal dan kita bisa melihat serta merasakan ledakan emosi Lee. Pada adegan itu kita bisa melihat cara mengatur emosi yang baik dan pertumbuhan emosi yang menarik.
Sementara pada masa kini di film Manchester by the Sea, salah satu adegan yang akhirnya bisa menyentuh emosi si tokoh adalah ketika ia bertemu dengan mantan istrinya, Randi yang dimainkan oleh Michelle Williams.
Pada adegan itu kita bisa melihat permainan emosi yang menarik dari keduanya. Terutama ketika mereka berdua sudah mulai bicara soal apa yang sudah mereka berdua alami. Terlebih lagi ketika Randi berkata bahwa ia masih mencintai Lee. Pada adegan itu kita bisa melihat permainan emosi yang sangat menarik dari Lee Chandler. Di satu sisi kita melihat Lee berusaha menyingkirkan perasaan sedih itu. Ia berusaha untuk tidak peduli pada perasaan yang sedang dialaminya. Tapi di sisi lain ia tidak bisa menahan perasaan itu hingga akhirnya ia juga mulai menangis. Dari gerakan tubuh dan dialognya, Lee nampak berusaha untuk menolak perasaan sedih itu. Tapi ia tak sanggup, hingga akhirnya Lee memilih untuk meninggalkan Randi. Sekali lagi, permainan emosi pada adegan itu menarik. Karena Casey di satu sisi berusaha memunculkan kenangan masa lalu Lee Chandler, di sisi lain ia berusaha menghadangnya dengan perasaan dan pikiran Lee Chandler yang sekarang.
Peristiwa dengan Randi itu pun tak selesai ketika Lee pergi dari Randi. Justru ketika ia di bar, dan minum, tangisan yang lebih besar keluar. Sampai akhirnya ia bertengkar dengan salah satu pengunjung bar. Ledakan emosinya menarik di adegan tersebut. Menarik karena porsinya tepat, tangga menuju ledakan ke emosi tersebut tepat dan bisa terbaca dengan baik, serta masih ada di tubuh yang sama, tubuh Lee Chandler.
Lalu Apa yang Tidak Menarik?
Well, kita sudah menjelaskan apa yang menarik dari permainan Casey Affleck di Manchester by the Sea. Dimana secara garis besar yang menarik adalah pergolakan psikis dari tokoh ini. Halaman nol tokoh ini, semua motivasi, pertumbuhan emosi dan ejawantah emosi Lee Chandler juga sangat menarik. Lalu apa yang tidak menarik? Jawabannya adalah capaian fisiknya.
Kami setidaknya sudah melihat beberapa film Casey Affleck. Kami melihat bentuk fisik yang sama, warna suara yang sama, cara bicara yang hampir sama, dan semua aspek fisik yang sama persis. Seperti tidak ada yang diciptakan secara fisik oleh Casey Affleck. Itu yang tidak menarik.
Secara garis besar permainan Casey Affleck di film ini – kalau boleh kami bilang- yang menarik hanyalah permainan emosi, dan dimensi psikologis tokohnya. Tokoh yang diciptakan Casey di film ini lebih banyak bermain pada dimensi psikologis saja. Sementara pada sisi fisiologis, kami tidak menemukan perubahan apapun. Selain itu, yang menarik juga adalah bagaimana halaman nol dari tokoh Lee Chandler dibangun. Halaman nol itu berhasil dibangun dengan kokoh, dan berhasil menjadi pondasi yang kuat untuk tokoh Lee Chandler di “masa kini”nya film Manchester by the Sea.
Ini yang harus diperhatikan oleh banyak aktor yang hendak bermain sebuah film. Bahwa halaman nol itu juga sangat penting dan harus dicari. Karena sejatinya kehidupan tokohmu yang terjadi di naskah itu tetap punya kehidupan awal yang harus kamu cari. Kenapa penting? Karena itu juga yang membentuk tokohnya di “masa kini”nya film yang akan kamu mainkan. Rumit? Memang! Akting itu rumit, tidak sulit.
Kembali lagi ke film Manchester by the Sea. Bagi kalian yang lebih suka menonton film dengan pukauan visual, film ini tidak cocok. Tapi untuk kamu yang suka dengan permainan psikologis yang rumit, film ini sangat direkomendasikan untuk kalian tonton.
Lalu terjawab sudah alasan kenapa Casey Affleck berhasil mendapatkan Oscar. Jawabannya adalah karena psikologis tokoh yang kompleks dan capaian permainan Casey atas psikologis tokoh yang kompleks tersebut.
Terima kasih, viva aktor!