[Acting Review] At Eternity’s Gate; Kenapa Bisa Masuk Oscar!?
Setelah seminggu kami libur karena ada beberapa hal yang harus diselesaikan, akuaktor kembali mengulas akting salah satu aktor yang tahun ini masuk ke dalam jajaran peraih nominasi Oscar 2019. Aktor tersebut adalah Willem Dafoe yang bermain dalam film At Eternity’s Gate. Film At Eternity’s Gate bercerita tentang perjalanan hidup Vincent Van Gogh di tahun terakhir, sekiranya 2 tahun sebelum kematian Van Gogh. Ada yang menarik dengan akting Willem Dafoe dalam film ini. Pertanyaan yang terlintas setelah selesai menonton film ini hanya 1, kenapa bisa masuk Oscar? Berikut pembahasannya;
Capaian Fisik yang BIASA SAJA!
Itulah yang terjadi ketika kali pertama kami menonton At Eternity’s Gate. Dalam ruang lingkup capaian fisiologis, kami tidak bisa melihat lompatan yang cukup jauh antara Willem Dafoe dalam film ini, Willem Dafoe di kehidupan nyata, dan Willem Dafoe dalam film sebelumnya. Bahkan kita bisa mengatakan bahwa capaian Willem Dafoe dalam soal fisiologis itu tidak ada! Satu-satunya yang terlihat dicapai dan berbeda dari Willem Dafoe di film sebelumnya dan ia di dunia nyata adalah adanya brewok yang kemudian membuatnya mirip dengan lukisan Diri Van Gogh. Selain itu soal perubahan fisik lainnya tidak terlihat.
Jika kita melihat lagi lebih dalam, maka kita akan menemukan perubahan suara yang tipis antara Willem Dafoe di dunia nyata dengan ketika ia menjadi Van Gogh. Dalam film At Eternity’s Gate ini suara Dafoe terdengar sedikit serak. Tapi di luar itu warna suaranya juga terdengar sama dengan Dafoe diluar film. Tidak ada perubahan yang menarik atau siginifikan. Mungkin jika kita mencari kelebihan lain, maka kita menemukan penggunaan bahasa Prancis yang baik dari Dafoe. Tapi selain itu, tidak ada lagi yang menarik dengan ciptaan Dafoe!
Ketika tidak ada capaian fisik yang bisa kami nikmati, maka selanjutnya yang kami lihat adalah capaian lain dalam film At Eternity’s Gate. Hingga pertengahan film, satu-satunya yang membuat kami tertarik dan mencari informasi lebih adalah kemampuan Dafoe melukis seperti Van Gogh. Dalam beberapa adegan, Dafoe jelas-jelas terlihat seperti melukis sendiri bukan dengan bantuan stuntman. Setelah kami mencari, ternyata Dafoe memang benar-benar belajar melukis sendiri. Bukan hanya sekedar melukis sendiri, tapi melukis seperti Van Gogh. Tentu hal itu bukan sesuatu yang mudah. Jika hanya sekedar belajar melukis semua orang pasti bisa. Tapi melukis seperti Van Gogh dengan goresan yang khas, tidak semua orang bisa melakukannya. Dafoe berhasil melakukan hal tersebut.
Dilansir dari wawancaranya dengan Entertaintment Weekly, Dafoe mengatakan bahwa ada satu adegan dimana dia benar-benar melukis dari goresan pertama sampai selesai. Adegan itu adalah ketika ia melukis sepatu. Dalam keterangannya, ia benar-benar harus belajar melukis seperti Van Gogh, melukis secepat Van Gogh, dan semirip mungkin dengan lukisan Van Gogh.
Lalu kami melihat dalam adegan tersebut, dan meyakini bahwa Dafoe benar-benar menguasai teknik melukis a la Vincent Van Gogh. Capaian yang bisa menjadi semacam permaafan dari capaian fisik yang tidak spesial. Lalu apalagi? Apakah hanya itu saja capaian yang spesial dari Dafoe?
Pada menit-menit pertama, sampai sekiranya seperempat film, tidak ada pukauan visual yang tertangkap dari ciptaan Dafoe. Ia bermain biasa saja dan bahkan menurut kami seharusnya ia tak masuk nominasi Oscar!
Tapi anggapan itu seketika hilang setelah kami melihat sisa film dan mencoba mencari apa yang telah dicapai oleh Willem Dafoe dan membuatnya layak masuk nominasi Oscar.
Ideologi Van Gogh yang HIDUP!
Inilah yang berhasil dilakukan oleh Dafoe dan tidak banyak aktor berhasil melakukannya. Dafoe berhasil menghidupkan perasaan dan pemikiran Van Gogh dengan sangat baik! Bahkan kita bisa mengatakan bahwa dalam ruang lingkup penciptaan perasaan dan jalan pikiran, Dafoe berhasil dengan sangat gemilang!
Setelah kami menemukan hal tersebut, kami mencoba mengulang menonton At Eternity’s Gate dan mendapatkan satu kesimpulan bahwa film ini bukanlah seperti film biopic pada umumnya. Film ini bukan film yang sekedar menceritakan kisah perjalanan hidup saja, tapi film ini adalah representasi dari buah pikir Van Gogh. Dan Willem Dafoe nampaknya menyadari betul hal tersebut sehingga ia tidak terlalu memusingkan apakah fisiknya akan sangat mirip Van Gogh atau tidak. Ia nampaknya tidak terlalu concern untuk menemukan hal tersebut. Dafoe sepertinya memang lebih berpikir untuk menemukan bagaimana cara Van Gogh berpikir, cara Van Gogh merasakan, cara Van Gogh menemukan ide-idenya dalam melukis, cara Van Gogh merespon kondisi yang ada di sekitarnya, dan hal-hal lain yang bisa dibilang tidak berhubungan dengan capaian fisik.
Sekali lagi, jika capaian fisik adalah perubahan fisik antara diri si aktor dan diri si peran, maka Dafoe gagal. Tapi ketika capaian fisik itu artinya juga memberikan hidup pada “apapun bentuk fisiknya”, maka Dafoe berhasil melakukannya. Salah satu contohnya akan sering kamu lihat ketika adegan gelisah, takut, atau semacam kegilaan yang terjadi pada diri Van Gogh. Kamu akan menemukan tekanan-tekanan itu pada mata dan ekspresi Van Gogh.
Gejolak pikiran dan perasaan Van Gogh berhasil ditunjukkan dengan gemilang oleh Willem Dafoe. Salah satu contohnya bisa kamu lihat di adegan rumah sakit ketika ia bertemu dengan saudaranya, Theo Van Gogh. Dalam adegan itu kita bisa melihat bahwa ada semacam kegilaan yang terjadi pada pikiran Vincent Van Gogh. Tapi kegilaan itu bukan sekedar kegilaan biasa. Ia seperti tumpukan banyak konflik yang disalurkan dengan baik pada matriks wajah dan mata.
Utamanya pada bagian wajah, (karena dalam film ini jika diperhatikan betul akan lebih banyak close up ke arah wajah) kita bisa melihat Dafoe juga berhasil menunjukkan cara Van Gogh berpikir dan merespon semua yang terjadi di sekitarnya. Respon-respon itu terasa genuine atau asli. Respon tersebut terasa hidup dan tidak dibuat-buat. Ketika kita bisa merasakan apa yang sedang terjadi pada pikiran Van Gogh melalui ekspresi wajahnya, kita secara tidak langsung telah dihipnotis untuk bisa memahami apa yang terjadi pada pikiran Van Gogh.
Selain itu semua dialog yang terlontar dari mulut Dafoe terasa hidup dan berisi. Dalam dialog-dialog tersebut tersirat pikiran-pikiran Van Gogh yang bukan hanya sampai hanya pada tataran informasi saja, tapi hingga tataran arti. Salah satu contohnya adalah ketika ia berkata bahwa mungkin lukisannya memang bukan untuk orang-orang yang hidup di masanya, tapi di masa yang akan datang. Dialog semacam itu sebenarnya adalah anggapan para peneliti sekarang ini, tapi ketika dialog itu terlontar dari mulut Dafoe, dialog tersebut terasa benar bahwa Van Gogh memang mengatakan hal itu dan memang menciptakan lukisannya bukan untuk orang-orang pada masanya. Sederhananya, setiap dialog yang terlontar bukan hanya sekedar kata-kata, tapi juga punya arti, niat, dan kehidupan. Tidak banyak aktor yang mampu menyampaikan dialog dengan kekuatan semacam itu.
Jika kita lihat dari sudut pandang penciptaan keaktoran secara utuh, maka pada bagian fisiologis, Dafoe tidak menciptakan Van Gogh dengan cukup baik. Tapi film At Eternity’s Gate ini bukan semata-mata bercerita tentang perjalanan hidup Van Gogh, tapi juga cara Van Gogh berpikir dan menjalankan perasaannya. Dengan melihat dari sudut pandang itu, maka Dafoe sangat berhasil memainkan Vincent Van Gogh. Dafoe dengan sangat lihai dan matang berhasil menyampaikan pikiran-pikiran dan perasaan Van Gogh. Sekali lagi, At Eternity’s Gate adalah film tentang pikiran Van Gogh, tentang ideologinya, bukan soal pukauan fisik.
Itu juga yang sepertinya menjadi alasan paling kuat kenapa ia bisa masuk ke dalam jajaran nominasi aktor terbaik Oscar 2019. Ada satu poin yang sangat kuat yang berhasil ditunjukkan Dafoe dan tidak ditunjukkan aktor lain.
Lalu apakah ia pantas masuk Oscar? Setelah melihat dari sudut pandang tersebut, maka Dafoe sangat pantas masuk Oscar dan bahkan punya kans yang sama dengan Rami Malek, dan Christian Bale dalam persaingan meraih aktor terbaik Oscar tahun ini.
What a great way to do acting, Dafoe!