[Acting Review] Destroyer; Kok Nggak Masuk Oscar?
Mungkin sebagian dari kamu belum pernah mendengar film ini kan? Maklum aja, film Destroyer ini, -sejauh yang kami tahu ya- tidak masuk di bioskop Indonesia. Koreksi kalau kami salah. Atau, jika pun masuk, film ini tidak terlalu booming seperti film-film lain yang rilis di bulan yang sama. Destroyer sebenarnya merupakan salah satu film yang cukup menarik apalagi dari segi permainan aktrisnya,si Tante Nicole Kidman. Nicole Kidman adalah pemeran utama dalam film ini. Nicole berhasil mendapatkan beberapa penghargaan dan nominasi. Salah satunya adalah nominasi Golden Globe. Selain itu, menurut banyak situs yang memprediksi Oscar, Nicole Kidman digadang-gadang masuk salah satu nominasi. Ketika kami melihat trailernya, kami pun berpikir hal yang sama. “Wah, masuk nih! Punya kans besar!” Gitu lah kira-kira yang kami ucapkan ketika nonton trailernya. Tapi kami terkejut ketika nama Nicole ternyata tidak ada dalam jajaran nominator Best Actress. Kami bertanya-tanya, apakah capaian permainan Nicole tidak sebagus 5 nominator yang lain?
Kami kemudian mencoba melihat Destroyer, dan menangkap beberapa hal yang mungkin menjadi jawaban dari pertanyaan kami soal “Kok Bisa! Nicole Kidman nggak masuk Oscar?” Berikut penjelasannya;
Secara Fisik Nicole Kidman Berubah Drastis
Fisiologis adalah salah satu alasan kami kenapa yakin bahwa Nicole Kidman punya kans besar masuk ke jajaran nominator Oscar. Bahkan menjadi salah satu calon terkuat peraih Oscar. Perubahan fisik yang drastis itu sudah tergambar di trailer. Dari sana kemudian kami berpikir bahwa Nicole Kidman punya kans sangat besar untuk bisa mendapatkan Oscar.
Dalam Destroyer ini, Nicole berhasil merubah fisiknya hampir secara keseluruhan. Dari ujung kepala sampai kaki, kita bisa melihat perubahan yang signifikan. Pertama, yang paling mencuri perhatian adalah perubahan yang terjadi pada bagian kepala. Dari bagian kepala, rambut Nicole berubah, meskipun terlihat seperti wig, tapi setidaknya rambutnya berubah. Kemudian riasan wajah, kita bisa melihat riasan wajah yang memberikan efek lain pada wajah Nicole. Sehingga seolah-olah muncul tokoh lain yang bukan Nicole. Lalu pada pandangan mata. Dari pandangan mata, kita bisa melihat bentuk pandangan mata yang berbeda dari Nicole dan Nicole di beberapa film sebelumnya. Meskipun jika kita melihat sedikit lebih detail, misalnya pada bentuk mulut ketika berbicara, kami melihat bentuk yang masih mirip dengan Nicole di luar film. Tapi di luar itu, perubahan fisik pada bagian kepala Nicole cukup drastis, dan bukan hanya berhasil merubah bentuk, tapi juga berhasil membawa nyawa yang lain.
Lalu kita turun ke bagian badan dan tangan. Kita bisa melihat bentuk torso dan tangan yang berubah ketika berjalan. Kita bisa melihat tangan yang agak dilebarkan serta diluruskan ketika berjalan. Sehingga muncul kesan tokoh yang kaku, kokoh, dan tegas. Kami bisa menangkap logika tersebut. Tokoh Nicole adalah seorang polisi, yang sepertinya telah mengalami sesuatu yang amat besar dalam hidupnya sehingga membuatnya punya tubuh yang terkesan kaku, kuat, dan agak superior. Jadi bentuk yang muncul dalam penciptaan Nicole Kidman di bagian badan dan tangan, adalah perubahan yang logis dan sesuai dengan tiga dimensi tokohnya.
Kemudian turun ke bagian kaki. Kita kurang lebih melihat perubahan yang selaras dengan perubahan yang ada di bagian badan dan tangan. Kita diberikan bentuk kaki, cara berjalan, dan laku kaki lain yang seperti punya kehidupan yang sama dengan tangan dan badannya. Bentuk kaki dan cara berjalannya cenderung kaku, lebar, cepat, dan lagi-lagi, superior. Kenapa kami menyebutkan bentuk tubuh superior ini terus-terusan? Karena sepanjang film, kami disuguhi tokoh yang memang superior atas orang lain. Kami melihat laku-laku tokoh yang ogah dikendalikan oleh siapapun. Tokoh ini seperti punya sebuah tujuan besar dalam “peristiwanya di film” dimana orang lain, siapapun itu tak boleh ikut campur. Keangkuhan itulah yang terlihat dari bentuk tubuh dan gesture ciptaan Nicole.
Setelah pada bentuk fisik, kini kita beralih ke warna suara. Sama seperti bentuk fisiknya, Nicole juga berhasil menciptakan warna suara yang -meskipun perubahannya tidak signifikan- tapi berhasil membawa kesan lain dalam tokohnya. Jika didengarkan baik-baik, kamu akan mendapati suara yang sedikit serak dan punya nada sedikit lebih rendah dari suara Nicole yang asli. Ini suara Nicole yang asli;
Lalu coba dengarkan baik-baik dan bandingkan dengan suaranya ketika menjadi Erin Bell dalam film Destroyer.
Kita bisa melihat perubahan yang memang tidak signifikan. Tapi perubahan yang tidak signifikan itu cukup memberikan kesan lain yang makin memperkuat tokohnya.
Selain warna suara, nada bicara tokoh ini juga diciptakan dengan baik oleh Nicole. Coba dengarkan lagi bagaimana tokoh Erin Bell ini berbicara. Dari pemilihan nadanya setidaknya kita bisa menangkap bahwa perempuan ini sudah hancur “bagian dalamnya” dan nada bicaranya kira-kira satu atau dua nada lebih rendah dari Nicole Kidman yang asli. Sehingga ada semacam gejolak besar dan persoalan berat yang sedang terjadi dalam pikiran dan perasaan si tokoh. Nada bicaranya terkesan diseret, dan agak malas. Warna suara itu selaras dengan ciptaan fisik tokoh Erin Bell. Sehingga perubahan nada bicara jadi sangat mendukung apa yang sudah Nicole Kidman ciptakan dari bagian fisik dan juga warna suara yang perubahannya tidak sangat signifikan.
Dalam Destroyer juga ada beberapa adegan flashback yang terjadi. Pada adegan flashback pun, kami bisa melihat ciptaan tokoh yang menarik dari Nicole Kidman. Meskipun gejolak tokoh di masa flashback ini tidak sebesar setelah masa flashback, kami masih bisa melihat bentuk dasar yang sama. Pertumbuhan dari tidak ada gejolak menjadi ada gejolak seolah-olah benar-benar terjadi pada tokoh ini.
Jika kita mau membahas soal perubahan fisik atau capaian fisiologis dari si Mbak Nicole di film Destroyer ini, maka tidak ada kata lain selain luar biasa. Ciptaan fisiknya hampir bisa dikatakan sempurna! Tapi kenapa kok nggak bisa masuk Oscar? Bahkan nominasi aja enggak? Apakah ada sentimen yang terjadi antara Mbak Nicole dan para voter di Oscar sana? Atau kenapa?
Monoton dan Tidak Sesuai Selera Oscar?
Capaian fisik sudah sangat bagus, lalu bagaimana dengan capaian yang lain. Seperti misalnya psikologis dan sosiologis? Untuk 2 dimensi itu, kami menganggap bahwa capaian Nicole juga cukup bagus. Setidaknya Mbak Nicole ini berhasil membuat bentuk tubuh yang selaras dengan kondisi psikologis tokohnya. Pun begitu dengan kondisi sosiologisnya. Seperti yang kita tahu, atau kalian perlu tahu, bahwa 3 dimensi tokoh adalah -pengertian sederhananya- basis ciptaan tokoh. Dari 3 dimensi itulah kemudian tokoh mulai terbentuk. Dari mulai ide abstrak, kemudian dengan adanya 3 dimensi tersebut tokoh menjadi konkrit. Nah, Nicole berhasil mencari 3 dimensi tokohnya dengan baik sehingga perwujudannya jadi konkrit dan baik pula.
Tapi rintangan aktor bukan hanya soal memahami 3 dimensi tokohnya aja lho! Setelah memahami 3 dimensi tokoh, rintangan tersulit yang berikutnya adalah menjalankan kehidupan tokoh, memainkan kehidupan tokoh, atau apalah bahasanya itu, dengan baik. Pada tahapan ini, kami, -mohon maaf ya mbak Nicole, kamu tetep cantik kok- berpikir bahwa Nicole hanya berhasil terlihat bagus di menit pertama sampai menit ke 40an. Setelah itu kami berpikir bahwa cara Nicole menyampaikan emosi dan perjalanan pikiran tokohnya terasa monoton.
Kalau dalam catatan kami ketika menonton Destroyer, kami menuliskan “Sudah di menit ke 49, masih menunggu adegan dengan permainan emosi yang nyolong”. Nyatanya, sampai akhir film, kami hampir tidak menemukan permainan emosi yang sangat menarik dari Nicole. Kami pun kemudian kecewa. Kenapa? Karena Nicole sudah membangun tokoh ini dengan bentuk yang seolah-olah memiliki sebuah gejolak besar dalam hidupnya dan kami menunggu bagaimana gejolak itu akan keluar dan akan sebesar apa keluarnya. Sampai akhir film, kami memang diberikan jawaban kenapa ada gejolak itu, tapi kami tidak diberikan pertunjukan yang menarik dari gejolak tersebut.
Kita bisa melihat bahwa tokoh ini adalah tokoh yang messed up -bahasa Indonesianya kacau-. Dari bentuk wajah, tubuh, hingga caranya merespon, semuanya menandakan bahwa tokoh ini sedang kacau. Tapi yang tidak menarik adalah kekacauan itu dibawakan dengan tensi yang hampir sama dari adegan pertama sampai adegan terakhir. Tidak ada perubahan tensi yang menarik. Tidak ada dinamika yang mencuri perhatian. Kami sempat bingung, apakah ini karena permainan Nicole Kidman yang monoton dalam soal menyampaikan emosi dan pikiran tokoh atau memang filmnya yang jelek?
Sebenarnya tipe-tipe permainan Nicole Kidman di Destroyer ini hampir sama dengan permainan Casey Affleck di film Manchester by the Sea. Tokohnya sama-sama kacau, sama-sama punya gejolak, dan sama-sama menunjukkannya dengan dinamika yang hampir tidak sangat fluktuatif. Tapi Casey berbeda, Casey berhasil memainkan hidup si tokoh pada tiap bagiannya, dengan grafik yang tepat, dan dengan cara yang baik. Kamu bisa membaca selengkapnya disini soal permainan Casey. Nah, sementara Nicole tidak begitu. Ia seperti terus-terusan kacau, ia seperti terus-terusan mrengut atau cemberut, seperti seolah-olah dalam pikiran tokoh itu yang berjalan cuma 1 pikiran dan perasaan saja. Sementara perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran kecil seperti tidak ditunjukkan dengan baik.
Itu mungkin alasan kenapa kami mengatakan cara Nicole Kidman menunjukkan emosi Erin Bell di film Destroyer terkesan monoton. Sederhananya begini, film itu berdurasi 2 jam. Sayangnya, kami merasa itu lebih lama dari 2 jam. Membosankan!
Tapi kami tidak bisa berkata semena-mena. Nicole tetap mencapai kualitas permainan yang baik. Lalu kami berpikir, sepertinya, selain karena monoton itu, ada alasan lain kenapa Nicole tak masuk Oscar. Alasannya adalah ia tak ada dalam daftar selera Oscar. Dalam sejarah, sejauh yang kami tahu, persaingan Best Actress Oscar berbeda jauh dengan Best Actor. Kalau Best Actor biasanya sangat menyukai perubahan fisik yang mencolok, Best Actress tidak begitu. Ia lebih suka permainan emosi yang dalam. Kita bisa melihat banyak contohnya. Mungkin dari 20 tahun ke belakang penyelenggaraan Oscar, hanya ada 2 Best Actress yang mendapatkan Oscar karena merubah fisiknya dengan cukup drastis. Mereka adalah Charlize Theron di Monster dan Hilary Swank di Boys Don’t Cry. Sementara yang lain mendapatkan Oscar lebih karena permainan emosi mereka yang dalam, hidup dan dinamis.
Kami juga sempat berpikir, apa mungkin Nicole gagal masuk Oscar karena filmnya yang nggak terlalu yoi? Filmnya sendiri seolah berusaha memunculkan twist-twist tersendiri dalam alur ceritanya. Tapi terkesan nanggung dan membosankan. Mungkin karena filmnya gagal masuk nominasi, Nicole jadi tak masuk nominasi Oscar. Tapi sepertinya bukan juga. Lalu kenapa donk?
Coba kalian tonton filmnya, lalu kalian analisis sendiri apa yang kira-kira menjadi penyebab Nicole Kidman gagal masuk jajaran Oscar tahun lalu? Tulis di kolom komentar ya! Mari ngobrol! Terima kasih,