The Terror Live: Dimana Fokus Penciptaannya?

The Terror Live

The Terror Live adalah film Korea Selatan pertama yang kami review aktingnya. Bukan apa-apa, pertama, pengetahuan soal film Korea Selatan kami kecil. Bukan soal banyaknya film korea yang kami tonton, tapi seluk beluk dunia seni peran mereka. Kedua, kami tidak punya pengetahuan budaya yang cukup untuk memahami film Korea Selatan seperti kami memahami film populer dari Hollywood. Tapi akhirnya kami memberanikan diri untuk melihat kembali beberapa film Korea Selatan yang pernah kami lihat sebelumnya untuk dipilih dan ditulis acting reviewnya. Pilihan pertama kami jatuh pada The Terror Live. Berikut review selengkapnya;

The Terror Live

 

 

Kesampingkan Fisiologis

Kami melakukan cara yang sama seperti ketika kami mereview film Indonesia atau film Hollywood pada penulisan acting review film The Terror Live ini. Kami melihat terlebih dahulu siapa aktornya, melihat video-video wawancaranya, melihat cuplikan beberapa film yang pernah ia bintangi, terutama sebelum The Terror Live, dan mempelajari si aktor berasal dari mana dan pernah menempuh pendidikan akting dimana. 

Dari apa yang sudah kami cari, Ha Jung-woo menempuh pendidikan teater di Chung-Ang University dan berasal dari keluarga aktor. Informasi lebih lanjut tidak kami dapatkan. Tapi setidaknya, ketika ia berasal dari Chung-Ang, kemungkinan besar ia mengenal Stanislavsky dan mungkin menggunakan metode-metode serta prinsip akting Stanislavsky dalam permainannya. Soal budaya, untuk menentukan aksen, kami tak mendapatkan pengetahuan yang cukup. Sehingga untuk aksen, kami sengaja melewatkan itu. 

Sebagian besar capaian fisiologis kami kesampingkan, terutama yang berhubungan dengan kultur seperti aksen dan nada bicara. Tapi kalau soal bahasa tubuh, kami mencoba melihat satu persatu bahasa tubuh Ha dan membandingkannya dengan ketika ia berada di acara TV, di film sebelum The Terror Live, dan di beberapa wawancara. Kami menemukan kesamaan. Tidak ada capaian yang kami bisa bilang menarik atau perubahan signifikan. 

Begitu juga dengan warna suara. Kami berusaha mendengarkan dengan baik warna suara Ha di luar film The Terror Live dan ketika ia berada di film ini. Tak ada capaian apapun di suara. Tidak ada warna suara yang berubah sama sekali. Dengarkan dua video ini baik-baik dan bandingkan sendiri;

Jika tidak bisa, silahkan klik linknya dan langsung menuju ke menit 26. Lalu bandingkan dengan ini;

Dari apa yang kami dengarkan, tidak ada perubahan suara yang signifikan. Bahkan tidak ada perubahan suara sama sekali. Mungkin fokus penciptaannya bukan pada suara? Entahlah. Seharusnya seluruh aspek tetap diciptakan sebaik mungkin. Secara garis besar, kalau kami melihat permainan Ha Jung-woo pada aspek fisiologis saja, maka tak ada perubahan signifikan sama sekali. 

The Terror Live dan Fokus Penciptaan Ha Jung-woo

Setelah selesai menonton film yang rilis tahun 2013 ini, kami kemudian menyimpulkan bahwa sepertinya fokus penciptaan Ha Jung-woo tidak pada capaian fisiologis. Entah tidak diciptakan atau terlewat kami tak paham. Tapi yang jelas fokus penciptaan Ha Jung-woo ada pada perjalanan dan dinamika emosi tokoh serta cara tokoh merespon segala stimulus yang terjadi di depan matanya. Tubuh sepertinya diposisikan Ha hanya sebagai penghantar saja tanpa ada perubahan apapun. 

Meski hanya sebagai penghantar tanpa perubahan apapun, permainan emosi Ha cukup menarik di film ini. Kami melihat kontrol emosi dan dinamika yang apik. Dimana kemudian wujudnya terlihat di laku tubuhnya yang tidak berubah itu. 

Salah satu contoh respon yang menarik bisa kamu lihat di adegan pertama. Ha mendengarkan setiap dialog kawan main dengan baik dan meresponnya dengan tepat. Di awal adegan emosinya pun cukup dinamis. Misalnya ketika Ha jung woo mendengarkan perkara bom. Kita bisa melihat ia menyandarkan badannya, tanda bahwa orang yang sedang menelepon ini tidak penting sama sekali. Kemudian perhatikan bibirnya yang memunculkan sedikit senyuman seolah tokoh ini sudah paham bahwa telepon semacam ini sering terjadi di radio dan dianggap sebagai telepon prank. Bentuk itu menandakan bahwa pikiran dan perasaan Ha sebagai tokoh terus ia jalankan secara simultan. 

Sementara soal dinamika, kami melihat ada banyak sekali adegan dengan dinamika emosi yang menarik. Masih di adegan pertama, kita bisa mendengar tempo tubuh dan dialog yang cenderung lambat. Ketika ada telepon tentang bom, kami merasa ada tempo yang berubah, tidak jadi lebih cepat, tapi agak naik. Lalu ketika bom benar-benar terjadi, perhatikan baik-baik, ada momen dimana tempo tokoh ini berhenti sejenak, melambat, hingga sangat lambat, lalu pada beberapa detik setelahnya berjalan begitu cepat. Ha seperti memberikan ruang bagi tokohnya untuk mencerna peristiwa yang menurut tokoh ini tidak akan mungkin bisa terjadi. Menarik dan relevan. 

The Terror Live

 

 

Lalu soal pengendalian emosi juga sangat menarik. Kami rasa semua pengendalian emosi tokoh ini relevan dengan tiga dimensi yang dimiliki tokoh. Sejauh yang kami tahu tokoh ini adalah tokoh gagal. Ia gagal dalam banyak hal sehingga agak masa bodoh dengan apapun yang terjadi di depannya. Apalagi telepon bom yang ia kira prank. Ditambah lagi ia sudah bertahun-tahun bekerja sebagai pembaca berita. Ia pasti sudah sangat sering menemui telepon prank macam itu sehingga responnya jadi seperti itu, mengacuhkannya dan menganggap telepon itu sekedar prank orang iseng saja. 

Selain relevan, pengendalian emosi ini membantu permainan Ha jadi lebih dinamis dan hidup atau bahkan kuat di banyak bagian tubuhnya. Perhatikan ketika ia berusaha mengendalikan kegugupannya setelah komandan polisi diledakkan kepalanya. Kami bisa melihat ketakutan dan kegugupan yang luar biasa. Tapi semuanya dikendalikan dengan baik. Kami hampir tidak melihat kegugupan itu di wajahnya. Terlihat sangat amat tenang. Tapi perhatikan tangannya. Ada gerakan gemetar kecil sedari awal ketika ia sadar di telinganya di pasang bom. Lalu gerakan kecil tersebut terlihat semakin besar ketika ia menunjukkan ponselnya ke layar.  Kami merasa bahwa emosi takut si tokoh yang begitu besar dialirkan ke tangan oleh Ha. Sehingga hasilnya wajah terlihat tenang, tapi tidak dengan tangan. 

Kami sempat tidak mendapatkan tanda emosi lain selain tenang di tokoh ini karena kebanyakan shoot yang diambil adalah wajah dan torso. Kami hanya bisa menangkap sedikit emosi takut di mata tapi berhasil ia tutupi dengan baik. Tapi ketika ada adegan yang memperlihatkan tangan si tokoh, entah itu jadi fokus atau tidak, disanalah emosi sesungguhnya dari tokoh ini terjadi. Pengendalian yang menarik dari Ha Jung-woo. 

Soal pengendalian emosi tersebut berhubungan erat dengan perjalanan emosi tokoh menuju ke akhir film atau ketika Jembatan roboh. Jika sedari awal kami melihat pengendalian emosi yang apik, di akhir pengendalian emosi tersebut sudah tidak terbendung lagi. Terutama ketika mantan istri yang masih dicintai si tokoh terjebak di jembatan tersebut. Ia seperti tak ada alasan lagi untuk mengendalikan emosinya. Sekali lagi, kami rasa dinamika, tempo, dan pengendalian emosi inilah yang menjadi nilai plus dari permainan Ha Jung-woo. Tapi…

Soal dinamika, kami agar ragu. Memang terlihat menarik, hanya saja kalau kalian perhatikan dengan baik, dinamika tokoh ini pergerakannya sama. Emosi tokoh selalu dimulai dari bawah, tenang, lalu perlahan naik, hingga akhirnya meledak, dan kembali tenang lagi. Pola itu terus terjadi pada hampir semua perjalanan emosi yang dilalui tokoh. Kami di satu sisi angkat topi pada pengendalian emosi dan dinamika emosi yang dimainkan Ha. Tapi di sisi lain menyayangkan karena merasa ada kesamaan pola pada semua perjalanan emosi tokoh. Kenapa jadi seperti tidak berwarna ya?

Penelpon dan Suara yang Kuat

Satu lagi yang paling mencuri perhatian kami adalah akting suara dari si penelpon. Menurut kami, diluar soal ia tak menciptakan warna suara sama sekali, tapi sepanjang film si penelpon berhasil menunjukkan semua emosi yang ia rasakan hanya dengan menggunakan suaranya saja. Si penelpon memiliki dinamika emosi yang menarik, dan ia mendengarkan lawan mainnya dengan sangat baik. Tapi sayang, ketika ia sudah kelihatan wajahnya, permainan emosinya ambyar. Bahkan ketika ia sudah mau mati. Tak ada keistimewaan lagi pada permainannya. Emosi yang kuat tadi hanya terasa di suara, tidak pada wajah saat kami melihat tokoh itu mau jatuh dari gedung. 

Secara keseluruhan, permainan Ha Jung-woo menarik. Meski untuk fisiologis harus kami kesampingkan karena tidak ada capaian signifikan. Sementara si penelpon, seandainya akting saat terlihat wajahnya sama kuat dengan ketika ia telepon, kami yakin ia berhasil mendapatkan penghargaan seperti Ha Jung-woo di Busan Film Critics Awards. 

Terima kasih, viva aktor

About The Author