Silver Linings Playbook; Soal Siapa yang Harus Didukung
Silver Linings Playbook dan permainan para castnya mendapatkan banyak sekali pujian. Bahkan di Oscar (mau tak mau kami harus menyebutkan award paling populer itu) keempat pemain mengisi semua kategori. Bradley ada di jajaran nominasi aktor terbaik, Jennifer Lawrence mendapatkan penghargaan sebagai aktris terbaik, Robert De Niro mendapatkan nominasi Best Supporting Actor, dan Jacki Weaver mendapatkan tempat di Best Supporting Actor.
Permainan para castnya memang solid. Terbukti di Screen Actors Guild Awards hampir semua pemainnya kecuali Jacki Weaver mendapatkan tempat di nominasi. Jennifer Lawrence bahkan memenangkan penghargaan aktris terbaik. Lalu film ini juga mendapatkan nominasi Best Performance by a Cast in a Motion Picture, yang artinya permainan ansambel mereka adalah salah satu yang terbaik tahun itu, atau mungkin hingga sekarang. Tapi di luar soal banyaknya penghargaan yang didapatkan, pertanyaannya adalah, kenapa? Bagaimana bisa mereka mendapatkan banyak penghargaan itu termasuk permainan ansambel terbaik? Apa yang terjadi? Ini pembahasan lengkapnya;
Capaian Personal Di Silver Linings Playbook
Sebelum kita membahas kenapa ansambel semua pemain di film Silver Linings Playbook sangat baik, kita perlu memahami capaian personal dari masing-masing pemain terlebih dahulu. Perlu dipahami bahwa mengetahui capaian personal mereka adalah kunci untuk mengerti bagaimana ansambel mereka bisa menarik.
Kita mulai dari Bradley Cooper. Kalau kami melihat dari sudut pandang “selera Oscar” dan bagaimana Stanislavski memandang penciptaan suara pada tokoh, Maka Bradley tidak sangat menciptakan suaranya. Dari apa yang kami dengar, warna suara Bradley mirip dengan warna suaranya di film yang lain. Tapi tidak sepenuhnya. Karena kami juga mendengar ada nada yang terasa lebih berat dan ritme yang sedikit diseret sehingga membuat suara Patrick punya kesan terbebani. Bentuk suara itu tentu relevan dengan tokohnya yang punya kondisi Bipolar.
Bentuk suara itu kami rasa menjadi basis tokoh. Jadi dalam kondisi apapun, meski emosinya berbeda 180 derajat, kami masih bisa merasakan kesan terbebani. Hanya mungkin intensitas bebannya yang berkurang.
Setelah suara, mari kita lihat pada capaian fisiologis yang lain yang juga jadi basis tokoh yakni cara berjalan. Pada cara berjalan, ada sedikit perubahan. Perubahan itu terjadi pada pergerakan pundak kiri dan kanan serta torso yang sedikit naik turun. Jika diperhatikan baik-baik, bagian pundak akan sedikit turun dan maju ketika bergerak ke depan.
Masih pada bagian fisiologis tapi bukan pada bentuk tubuh. Kami melihat ada penciptaan ritme tokoh yang menarik. Kami melihat ritme yang acak dan perubahannya cenderung sangat cepat. Hal ini relevan dengan pemahaman sederhana kami tentang Bipolar dimana mood para penderita Bipolar bisa berubah sangat cepat. Kami rasa perpindahan mood sekaligus kesadaran diri untuk mengendalikan perpindahan mood tersebut lah yang membuat ritme Patrick terkecan cepat dan acak.
Coba perhatikan di adegan ketika Patrick marah setelah membaca novel Ernest Hemingway. Pada bagian tersebut terlihat ritmenya berubah menjadi lebih cepat. Lalu perhatikan ketika ia bercerita pada ayah dan ibunya. Kami menangkap ada semacam bentuk pengendalian diri pada bahasa tubuhnya yang membuat ritmenya acak. Patrick seperti sadar ia sedang dalam kondisi manik atau emosi tinggi, sehingga harus mengendalikannya, tapi gagal. Perhatikan gerakan tangannya yang beberapa kali mencoba menghentikan gerakan tubuhnya yang lain. Kami rasa itu adalah upaya pengendalian diri atas manik yang sedang dialaminya.
Perhatikan lagi di adegan lain ketika ia mencari video pernikahannya. Ritme tokoh ini berjalan cepat sekali tapi sekaligus berjalan selangkah demi selangkah. Tidak seketika ada di emosi tertinggi. Lalu perhatikan munculnya pola yang sama seperti ketika ia marah karena ending novel Ernest Hemingway. Tokoh ini sadar bahwa ia ada dalam kondisi manik. Bagian tubuhnya yang lain mencoba mengendalikan ledakan-ledakan emosi itu tapi tak mampu. Bentuk-bentuk pengendaliannya bisa dilihat pada tangan yang sesekali memegang kepala dan suara yang agak ditekan.
Pengendalian itu memunculkan dinamika permainan yang menarik. Jadi tidak melulu selalu ada di atas. Ada momen “tarik nafas” pada permainan Bradley yang membuat permainan emosinya jadi lebih hidup. Selain pengendalian yang membuat permainannya dinamis, respon terhadap tokoh lain juga membuat permainan Bradley dinamis. Perhatikan pada adegan ketika marah karena ending novel Hemingway. Ibunya sempat mengucapkan satu dua dialog dan perhatikan baik-baik Bradley menghentikan sejenak ritme cepatnya, merespon si ibu sedikit, lalu tancap gas lagi.
Cara menjalankan respon yang sejenis juga terjadi ketika Patrick bertemu dengan dokter. Ada upaya pengendalian emosi, yang kami pikir terjadi karena ia sedang berhadapan dengan dokter. Jadi mau tak mau ia harus menenangkan dirinya jika tak ingin menghadapi resiko yang lain. Tapi ada satu hal yang menarik di adegan tersebut. Perhatikan ritme Bradley sebelum si dokter bilang ia Bipolar dan setelah dokter bilang Patrick Bipolar. Ritmenya berubah drastis. Kami tak tahu, apakah orang Bipolar ketika dikasih tahu bahwa ia bipolar akan berhenti emosinya? Atau hal itu terjadi karena dokter yang berkata itu pada Bradley? Anak psikologi mungkin bisa menjawab ini.
Lalu pada permainan Jennifer Lawrence. Kami melihat ritme dasar yang sama dengan Patrick. Hanya saja kesan tokoh Tiffany dibuat lebih tajam dan dingin. Mungkin juga karena tampilan fisiknya dengan celak mata dan warna kuku yang hitam. Tapi di luar itu, cara Jennifer Lawrence membawakan tiap dialog dan lakunya juga lebih tajam dan mengerucut di satu titik. Sementara Bradley, tajam, tapi cenderung menyebar. Kalau dianalogikan ke sebuah pisau, Jennifer Lawrence adalah bagian ujung pisau yang tajam sementara Bradley adalah bagian tengah yang tajam tapi penampangnya lebih luas.
Kalau bicara soal capaian fisiologis Jennifer Lawrence, kami tak bisa berkata banyak karena memang tak ada capaian bentuk fisik kecuali kondisi psikis dimana ia juga depresi dan kami rasa sedikit Bipolar.
Perhatikan ketika Tiffany diantar pulang oleh Patrick kemudian Patrick menyebut bahwa suaminya sudah mati. Mood Tiffany seketika berubah. Sedikit tidak terlacak perubahan itu, tapi jika kita perhatikan betul tetap ada alasan kenapa emosinya berubah.
Kami rasa pada permainan Jennifer Lawrence, capaian psikologisnya tidak bisa dilihat sendirian. Kita harus melihat capaian psikologisnya ketika ia sedang bersama tokoh yang lain.
Lalu bagaimana dengan Robert DeNiro dan Jacki Weaver? Untuk Robert DeNiro aksen-aksen tubuh seorang OCD diperlihatkan dengan cukup baik. Sementara Jacki Weaver, kekuatan permainannya ada pada bagaimana ia merespon permainan lawan mainnya. Perhatikan baik-baik, Jacki Weaver yang jadi ibu Patrick hampir tidak pernah menjadi penyebab konflik. Ia hanya memperhatikan konflik dan merespon konflik. Semua respon Jacki Weaver relevan, tepat, dan menarik.
Soal Siapa yang Harus Didukung
Kunci untuk memahami bagaimana permainan ansambel cast di Silver Linings Playbook bisa sangat baik terletak pada capaian masing-masing cast. Mereka semua memiliki capaian yang sudah solid dan memahami tujuan masing-masing tokoh secara terperinci bahkan sampai tingkat adegan. Manusia-manusia yang diciptakan oleh para cast bukan manusia yang lahir karena peristiwa. Tapi manusia yang justru melahirkan peristiwa.
Setiap tokoh yang mereka mainkan sudah ditanamkan tujuannya masing-masing pada setiap adegan. Semua pemain memahami tujuan tokoh mereka masing-masing. Lalu yang menjadi kunci selanjutnya adalah paham kapan harus mendukung tujuan pemain yang lain dan kapan tujuannya didukung oleh pemain yang lain.
Misalnya pada adegan Patrick bertemu Tiffany lagi setelah gagal memberikan surat. Di dalam adegan itu kita bisa melihat tujuan pertama yang disokong bersama adalah tujuan dari tokoh Patrick, soal memberikan surat. Baik Jennifer dan Bradley memahami bahwa mereka harus memperkuat tujuan tersebut. Bradley yang harus melempar tujuan, sementara Jennifer yang harus meresponnya. Kemudian ketika tujuannya berubah menjadi menjadi tujuan milik Jennifer, pola yang sama dilakukan oleh Bradley.
Jadi kami rasa pemahaman soal take and gift seharusnya seperti itu. Setiap aktor memahami tujuan di dalam adegan. Entah itu tujuan tokohnya, atau tujuan kawan main. Kemudian aktor juga mesti memahami apakah dalam adegan tersebut tujuan yang harus didukung adalah tujuannya, atau tujuan kawan main. Mendukung disini bukan hanya mengeluarkan respon positif ya. Tapi memberikan negasi juga bagian dari mendukung dan memperkuat tujuan kawan main.
Lalu apa kuncinya? Kuncinya adalah terbuka dan mendengarkan serta memahami dengan baik. Aktor harus tahu adegan itu mau dibawa kemana dan siapa yang harus jadi fokus di adegan tersebut. Prinsip dari ansambel adalah bermain sesuai porsi dan saling mendukung keberadaan satu sama lain.
Kami rasa itu yang menjadi kunci kenapa permainan ansambel para cast di Silver Linings Playbook menarik dan kuat. Sederhananya, mereka saling menguatkan dan paham siapa yang harus dikuatkan sekarang.