[Acting Review] Deddy Mizwar Di Naga Bonar; Meniru Marlon Brando?
Naga Bonar, sebuah film yang rilis di tahun 1986 ini adalah salah satu film legendaris Indonesia. Banyak hal yang membuat film ini legendaris, salah satunya adalah permainan Deddy Mizwar yang begitu ikonik dan otentik sebagai Naga Bonar. Apa yang membuat permainan Deddy Mizwar ikonik? Dan apakah permainannya benar-benar otentik? Dan kenapa? Berikut pembahasan lengkapnya;
Apakah Mulut Naga Bonar “Meniru” Marlon Brando?
Satu hal yang sangat mencuri perhatian dalam ciptaan Deddy Mizwar sebagai Naga Bonar ada pada bagian mulut. Meski mencuri perhatian, ciptaan itu sekaligus menimbulkan sebuah pertanyaan. Ada semacam “urban legend” (karena kami cukup kuper dan tidak punya akses untuk mendekati si aktor) yang berkembang dan kabar burung yang terdengar, (karena kami juga belum menemukan sumber berita yang benar dan valid) bahwa bentuk mulut itu meniru Marlon Brando di film The Godfather.
Tapi di luar apakah ada beritanya atau tidak, karena rasa-rasanya satu-satunya cara adalah bertemu dengan Deddy Mizwar dan menanyakan kebenaran hal ini. Jadi, kami akan mencoba memberikan kemungkinan alasan soal kenapa bentuk mulut Naga Bonar diduga meniru Marlon Brando.
Pertama, bentuk mulut Nagabonar dan Marlon Brando bisa dikatakan hampir mirip. Coba perhatikan mulut bagian bawah kanannya, seperti ada sesuatu yang diletakkan di sana sehingga agak menonjol. Bentuk agak menonjol itu, dan sesuatu yang sepertinya diletakkan disana, mirip dengan Marlon Brando di The Godfather.
Sekedar informasi, Marlon Brando memberikan semacam prosthetic dalam mulutnya agar ia memiliki bentuk seperti bulldog. Kita juga bisa melihat bagian kanan bawah dan kiri bawah mulut Marlon Brando ada yang menonjol. Kami menduga bahwa Deddy meniru bentuk itu, kemudian menguranginya, sehingga yang menonjol hanya pada satu bagian, bagian kanan saja.
Coba perhatikan dua cuplikan adegan Marlon Brando di The Godfather dan Deddy Mizwar di Naga Bonar ini;
Bentuknya sama bukan? Lalu yang kedua, masih pada bentuk, coba perhatikan arah mulut yang ditekuk ke bawah, secara tidak langsung bentuk ini juga mirip dengan bentuk Marlon Brando. Sehingga kemudian kami bisa mengatakan bahwa mungkin Deddy Mizwar meniru bentuk Marlon Brando, kemudian mengurangi sedikit bentuk tersebut, dan menjadikan bentuk itu milik tokoh Naga Bonar.
Pertanyaan berikutnya, katakanlah benar bahwa Deddy Mizwar meniru, atau terinspirasi, apakah sah meniru ciptaan aktor lain di film lain?
Kami jadi ingat apa yang dikatakan Stella Adler di The Art of Acting ketika ia bercerita soal masa kecilnya bersama sang ayah, Jacob P. Adler;
“My father didn’t give me a moment’s peace. If we were walking in the street, he’d point to someone and say, “Look at her. Look at the way she walks. Look at him. Watch the way he uses his hands. Imitate her voice.” (Adler, 2000: 44-45)
Stella Adler yang merupakan anak dari Jacob P. Adler, seorang aktor terkenal Amerika, mendapatkan pendidikan akting dari ayahnya sedari kecil. Ia selalu diminta ayahnya untuk memperhatikan dan meniru orang lain. Kami kemudian berpikir bahwa mungkin Stella Adler kemudian tumbuh dengan pemahaman itu, pemahaman meniru. Sehingga, mungkin, asumsi kami, berdasarkan cerita Stella Adler, tak masalah untuk menirukan orang lain.
Orang lain disini juga mungkin berarti tokoh yang diciptakan aktor lain. Kita sering dengar anggapan umum kan, bahwa akting adalah menjadi orang lain. Maka ciptaan itu secara filosofis adalah orang lain.
Seperti kasus yang terjadi pada Deddy Mizwar dimana bentuknya meniru Marlon Brando di The Godfather. Maka yang terjadi pada proses itu adalah Deddy Mizwar meniru orang lain. Dimana kebetulan orang lain yang ia tiru adalah ciptaan dari Marlon Brando. Jika itu logika yang sedang kita pakai, maka apa yang dilakukan Deddy Mizwar sangat sah.
Lalu ada lagi yang sering berkata begini dalam ruang lingkup bisnis;
ATM, Amati, Tiru, Modifikasi (anonim, kalau ada yang tahu siapa yang menyebutkan silahkan tinggalkan di kolom komentar)
Jika kita melihat dari sudut pandang itu, maka yang dilakukan oleh Deddy Mizwar sejatinya ATM. Dimana ia mengamati ciptaan Marlon Brando, kemudian menirukannya, lalu memodifikasi dengan menghilangkan beberapa unsur dalam bentuk tersebut. Pertanyaannya masih sama, apakah boleh? Jawaban sementaranya juga masih sama, sah dan boleh. Tapi ada yang perlu diingat!
Satu hal yang harus diingat oleh seorang aktor adalah ia tidak boleh hanya meniru bentuknya saja. Aktor harus ingat, bahwa bentuk itu muncul karena sebuah alasan tertentu. Aktor harus menyadari alasan tersebut.
Jika aktor hanya menirukan bentuknya saja, meskipun ia kemudian memodifikasinya, akan tetap terasa tidak hidup atau palsu atau bahasa lainnya, artifisial bentuk tersebut. Kenapa? Karena ia tak tahu alasan dari kemunculan bentuk tersebut. Ingat, tidak ada satu pun di dunia ini yang muncul mendadak. Semua pasti punya alasan di baliknya. Alasan, atau motivasi itulah yang membuat bentuk yang muncul menjadi lengkap dan hidup.
Lalu apakah boleh menemukan bentuk dulu lalu mencari alasan? Lagi-lagi, jawaban sementaranya adalah boleh, atau sah. Dengan catatan, jika kita menggunakan kacamata realisme, maka bentuk tersebut harus memiliki alasan yang logis atau masih dalam ruang lingkup realitas naskah tersebut.
Jadi kesimpulan sementaranya (sampai kami bisa mengkonfirmasi langsung), adalah bentuk yang muncul itu merupakan hasil Amati, Tiru, dan Modifikasi dari ciptaan Marlon Brando ketika ia bermain sebagai Vito Corleone di film The Godfather. Cara itu sah dan tidak salah.
Tapi, meski kami menyimpulkan secara sementara bahwa bentuk tersebut adalah tiruan dan modifikasi dari ciptaan aktor lain, kami masih bersepakat bahwa bentuk itu otentik. Kenapa?
Meski Meniru, Tapi Tetap Otentik
Ini yang membuat ciptaan Deddy Mizwar menarik. Dengan bentuk mulut yang meniru Marlon Brando itu, ia tetap berhasil muncul sebagai ciptaan yang otentik. Kenapa bisa begitu? Dari analisis kami, kami menyimpulkan bahwa bentuk itu hanyalah bagian kecil dari keseluruhan ciptaan seni peran yang dihasilkan oleh Deddy Mizwar.
Benar sekali! Bentuk mulut itu hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan Naga Bonar. Ada banyak hal yang kemudian juga diciptakan oleh Deddy Mizwar. Pertama adalah logatnya yang berubah drastis. Kedua, warna suaranya berubah menjadi lebih serak dengan tone yang cenderung tinggi dan tempo yang cenderung lebih cepat. Ketiga, cara berjalan yang berubah. Keempat, lambaian tangan yang berubah menjadi lebih besar. Kelima arah dagu yang cenderung konsisten naik. Dan keenam, cara Deddy Mizwar menjalankan semua ciptaan itu.
Ini penting. Ketika seorang aktor sudah menemukan semua bentuk tokohnya dengan detail, tapi ia tak tahu cara menjalankan hidup dari bentuk-bentuk tersebut, maka semua akan sia-sia. Bentuk-bentuk itu akan jadi sebatas bentuk yang kosong dan tidak punya hidup. Hidup disini artinya dimulai dari cara merespon yang tepat, baik dalam ruang lingkup pikiran dan perasaan. Dengan tahu cara menghidupkan tokohnya, maka bentuk respon yang muncul akan otentik.
Itulah yang terjadi pada permainan Deddy Mizwar. Dengan “bentuk netral” (begitu kami menyebutnya) yang sudah menarik, ia berhasil memunculkan respon dari “bentuk netral” tersebut. Maksudnya begini, katakanlah “bentuk netral”nya itu adalah mulut yang agak miring, badan yang agak membusung, dan leher yang sedikit miring ke kanan. Itu bentuk netral, bentuk tokoh tanpa terisi emosi apapun. Nah, Deddy Mizwar berhasil melakukan semua pergerakannya dengan pijakan bentuk netral itu. Ia berhasil membuahkan respon berdasarkan bentuk netral itu. Sehingga caranya marah otentik, cara sedihnya otentik, dan hampir semua cara meresponnya otentik, baru, dan segar.
Selain soal bentuk-bentuk respon yang otentik, konsistensi permainan Deddy Mizwar perlu diperhatikan di film ini. Kalau diperhatikan hampir di seluruh adegan dalam film, kita tidak melihat permainan yang fluktuatif secara stamina, bentuk, bahkan porsi. Semuanya stabil dan tepat.
Tapi…
Semua hal bagus sudah kami sebutkan di atas. Tapi ada yang mengganjal dari kami. Ini berhubungan soal respon. Tapi kali ini bukan bentuk responnya, hanya timing respon tersebut. Kami mendapati, dalam beberapa adegan, respon Deddy Mizwar terlambat. Bahkan pada beberapa adegan, motivasi sudah muncul, tapi responnya baru muncul sepersekian detik kemudian.
Adegan ini terjadi ketika ia bertemu Bang Pohan pertama kali. Kami mengira dalam adegan itu keterlambatan respon itu muncul karena beda shoot. Mungkin karena cutting film yang terlalu lambat. Jadi mungkin, bukan karena responnya yang terlambat, hanya cuttingnya kurang tepat.
Sejauh ini hanya itu, kalau kalian yang membaca punya hal lain yang mengganjal, tulis saja di kolom komentar ya! Kami sangat terbuka!
Secara garis besar permainan Deddy Mizwar menarik di Naga Bonar. Ia berhasil menciptakan tokohnya dengan detail, konsisten, utuh, dan hidup. Soal apakah salah satu bentuk tokohnya meniru ciptaan aktor lain, kita kesampingkan sejenak. Karena ketika melihatnya secara utuh, kami melihat ciptaan yang otentik.
Soal respon, mungkin memang itu soal cutting yang terlalu cepat. Kalau menurut kalian? Bagaimana setelah menonton Naga Bonar? Ada yang mengganjal? Atau bagus-bagus saja? Ingat, pertumbuhan kualitas keaktoran kita juga bergantung pada kalian para penonton. Jika kalian kritis dan “melek akting”, maka kualitas keaktoran kita juga akan naik signifikan. Sama seperti politik, awasi! Akting juga begitu, mari kita awasi!
Terima kasih, viva aktor!