[Acting Review] The Revenant; Karena Shooting yang Ekstrim?
Apakah ada di antara kalian yang masih bertanya sampai saat ini, kenapa Leonardo DiCaprio akhirnya berhasil mendapatkan Oscar lewat film The Revenant? Apakah karena proses shootingnya yang ekstrim sehingga banyak orang memilih Leo sebagai peraih Oscar untuk Best Actor? Atau ada hal lain? Pada artikel Acting Review kali ini kita akan coba membahas permainan Leo di film The Revenant. Mungkin memang sangat terlambat. Tapi lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Lagi pula, di artikel ini kita akan membahas bagaimana permainan Leo di The Revenant. Kenapa ia bisa mendapatkan Oscar? Apakah permainannya memang sebagus itu? Apakah ia lebih baik dari Eddie Redmayne yang bermain sebagai Lili Elbe dan nominator lainnya? Atau hanya karena proses shooting yang ekstrim saja Leo akhirnya bisa mendapatkan Oscar setelah 6 kali nominasi? Apakah Oscar tahun itu rupanya hanya menilai berdasarkan berat tidaknya proses shooting dan tidak menilai bagaimana hasil dari penciptaan tokohnya? Kita akan bahas disini. Selamat membaca!
Nyatanya Memang Tak Banyak Berubah
It is what it is. Itulah kenyataannya. Ketika kami pertama kali melihat permainan Leo dalam film The Revenant, kami hanya melihat sedikit perubahan. Kita runut sedikit apa saja perubahan yang berhasil tertangkap. Pertama adalah brewoknya, kedua cara berpakaiannya, ketiga rambutnya yang agak gondrong, dan keempat kemampuannya berbahasa Indian. Selain itu? Kami tidak bisa menemukan perbedaannya. Kenapa bisa begitu?
Leo sepertinya menciptakan beberapa bagian saja dalam tokohnya di The Revenant. Ia mungkin memang belajar cara mengucapkan bahasa Indian. Tapi ia, yang memainkan seorang legenda bernama Hugh Glass, nampak tidak banyak merubah warna suara dan aksennya. Bahkan caranya menyusun emosi sedih pun terasa sama dengan Leo di film-film sebelumnya.
Perhatikan baik-baik di menit-menit terakhir adegan tersebut, ketika ia mulai agak emosional kepada anaknya. Lalu bandingkan dengan adegan di beberapa film ini.
https://youtu.be/q4meUWtsm2o
Coba perhatikan caranya. Pertama di Shutter Island, kita bisa melihat pola bersedih dan emosional yang sama. Lalu pada Inception pun kita bisa melihat pola marah menuju ke emotional yang juga sama. Meskipun pada Blood Diamond kita bisa mendengarkan sedikit aksen yang berubah, tapi kita tetap menangkap cara mengungkapkan kesedihan yang sama.
Dari dua video tersebut, kami bisa melihat bahwa soal capaian fisiologis, dalam hal ini perubahan fisik, warna suara, dan aksen tidak terjadi perubahan yang signifikan. Sementara pada permainan emosi, yakni cara menunjukkan dan menyusun emosi, kami juga melihat pola yang mirip bahkan cenderung sama pada film-film sebelumnya. Hal inilah yang kemudian membuat kami bertanya, apakah benar bahwa proses shooting The Revenant yang sangat berat membuat Leo mendapatkan Oscar pertamanya?
Shooting The Revenant yang Ekstrim
Sudah bukan sebuah rahasia lagi bahwa dalam Oscar, salah satu yang menjadi penilaian adalah juga persiapan atas peran tersebut. Semakin gila persiapan seorang aktor terhadap tokohnya, maka semakin besar juga kesempatan aktor tersebut untuk mendapatkan Oscar. Tapi sepertinya hal itu tidak terjadi pada Leonardo DiCaprio. Berdasarkan hasil wawancara Leo dengan beberapa media, tidak disebutkan apa saja upaya Leo untuk mencari tokoh Hugh Glass dalam The Revenant ini. Tapi justru, yang banyak di highlight oleh media adalah proses shooting yang sangat ekstrim. Kami akan coba sebutkan satu persatu. Kami mendapatkan keterangan ini dari The Independent.
Pertama, pada proses shooting, Leonardo DiCaprio harus keluar masuk sungai beku yang dinginnya bisa hampir 0 derajat celcius. Kedua, Leo juga tidur di dalam bangkai kuda. Kalian bisa melihat adegannya di film. Ternyata, berdasarkan keterangan Leo pada The Independent, itu bangkai sungguhan. Selain itu ia juga memakan daging bison mentah, dimana kalian bisa melihat adegannya di film. Pada adegan itu kita juga bisa melihat Leo muntah. Jika itu benar-benar daging bison mentah, maka respon Leo ketika muntah bisa jadi adalah responnya sebagai aktor, bukan tokoh karena kami tahu bahwa Leo adalah seorang Vegan. Nah, dedikasi semacam itulah yang disukai oleh para pemilih di Oscar. Lalu bagaimana dengan persiapan tokohnya?
Sejauh yang sudah kami cari, tidak ada penjelasan mendalam soal apa saja yang dipersiapkan Leo sebelum memainkan Hugh Glass dalam The Revenant. Tapi jika kami bisa merunut dari apa yang dimainkan Leo ketika menjadi Hugh Glass, maka sudah barang tentu Leo belajar bahasa Indian. Kemudian ia juga mungkin mempelajari sejarah Hugh Glass dan tata cara bertahan hidup di alam liar. Hal-hal semacam itu bisa dibilang dilakukan juga oleh semua aktor. Jadi nampaknya melihat persiapan Leo sebagai alasan ia mendapatkan Oscar adalah hal yang nggak worth it. Leo tidak mendapatkan Oscar karena persiapannya. Tapi karena dedikasinya ketika mengambil gambar dalam film itu.
https://www.youtube.com/watch?v=fQFJmJxMFjk
Leo tidur di dalam bangkai Kuda.
Leo memakan hati Bison mentah.
Lalu pertanyaan kembali muncul. Benarkah hanya karena proses shooting yang ekstrim itu? Lalu bagaimana dengan kualitas keaktorannya? Bagaimana dengan penciptaannya? Bagaimana dengan hasil ciptaannya sebagai seorang aktor? Leonardo DiCaprio is an Actor, right? Bukan stuntman.
Memang Bukan Hanya Karena Shooting yang Ekstrem
Memang tidak ada capaian fisiologis yang signifikan dan menarik dalam permainan Leo. Tapi, kami menemukan hal lain dalam permainan Leo, yang bagi kami hal tersebut adalah hal lain selain shooting yang ekstrim sebagai alasan Leo pantas mendapatkan Oscar pertamanya. Alasan tersebut adalah detail dan intensitas permainan Leo sepanjang film, terutama setelah adegan Hugh Glass diserang Beruang.
Kita akan coba bahas satu persatu dari mulai adegan ketika beruang menyerang. Karena jujur saja, sebelum beruang menyerang, Leo hadir seperti Leo di film-film sebelumnya. Pada adegan penyerangan beruang itu, kita tahu bahwa adegan itu digarap menggunakan efek CGI. Meskipun menggunakan efek CGI, Leo berhasil menghidupkan beruang tersebut. Bukan hanya menganggap beruang itu seperti ada, tapi pada tiap gigitan beruang itu pun kita bisa melihat Leo mampu mewujudkan rasa sakit dengan tepat, baik alasan maupun porsinya. Keberhasilannya menyampaikan rasa sakit tidak hanya terjadi ketika penyerangan Beruang berlangsung, tapi juga setelah penyerangan Beruang selesai.
Setelah adegan penyerangan Beruang itu, kami bisa melihat intensitas kesakitan dan tingkat detail yang tinggi dari semua respon Leo atas apapun yang menyentuh tubuhnya. Ia berhasil membuat penonton percaya bahwa ia benar-benar sakit parah di seluruh bagian tubuhnya dan sulit menggerakkan tubuh.
Selain itu, salah satu yang juga menarik dari respon dan laku Leo setelah ia tidak bisa bergerak sama sekali adalah saat adegan bersama Tom Hardy. Saat adegan itu ia disuruh untuk berkedip oleh Tom agar mau dibunuh. Di adegan tersebut kita bisa melihat Leo berusaha menggerakkan badannya tapi tertahan. Kita juga bisa melihat kesakitan yang amat sangat serta emosi lain dalam pandangan mata Leo. Kita tahu bahwa sedang terjadi sebuah pergolakan besar dalam pikiran dan perasaan tokoh Leo. kita bisa melihat gejolak itu dari ekspresi wajah yang minim pergerakan serta suara yang tertahan. Apalagi ketika anaknya dibunuh oleh Tom Hardy yang memerankan Fitzgerald. Kita bisa melihat gejolak emosi marah dan sedih yang sangat besar dari tokoh Hugh Glass. Lagi-lagi, Leo sadar bahwa sekujur tubuhnya kala itu terbatas dan tidak bisa bergerak bebas. Sementara ia harus bisa menyampaikan semua gejolak emosi dalam dirinya. Dengan sisa perangkat yang dimilikinya, Leo kemudian berhasil menyampaikan dengan baik emosi si tokoh, dan bahkan, dengan keterbatasan tokohnya, intensitas serta vibrasi atau getaran dari emosi tokoh bisa tersampaikan dengan sangat baik pada penonton.
Selain keberhasilannya menyampaikan emosi dengan perangkat yang dimiliki tokohnya, Leo juga berhasil menumbuhkan kesakitan si tokoh dengan baik dan konsisten. Kami bisa melihat dari setelah penyerangan Beruang, lalu setelah anaknya meninggal, berlanjut ketika ia merayap dari kuburan, hingga akhirnya benar-benar sembuh, kesakitan itu tumbuh. Tidak hanya tumbuh menjadi lebih sehat, tapi tumbuh sesuai dengan kondisi tokohnya. Misalnya ketika adegan ia bertemu dengan Indian lain, setelah adegan memakan hati bison mentah. Setelah adegan tersebut si Indian nampak membantu Leo untuk mengobati lukanya. Kita bisa lihat detail kecil ketika si Indian menyentuh luka Leo, ada respon kesakitan yang muncul. Kecil, tapi logis dan tidak dilupakan oleh Leo.
Selain itu tidak hanya soal perkembangan kesakitan si tokoh berdasarkan pada kondisi tokohnya, tapi juga letak sakit si Hugh Glass. Leo nampaknya mengamati betul di bagian mana Hugh Glass merasa sakit, sakit sekali, dan perih sedikit. Leo memperhatikan semua bagian tersebut sehingga ketika pada beberapa adegan bagian yang hanya “perih” ketika dipegang, respon yang muncul hanya nyengir saja. Sementara jika bagian yang sakit sekali dipegang, kita bisa melihat respon yang lebih besar muncul. Hal semacam itu mungkin terkesan sederhana, tapi butuh tingkat detail dan analisis yang tinggi.
Kembali ke soal pertumbuhan si tokoh. Tapi kali ini bukan hanya pertumbuhan kesakitan si tokoh, tapi pertumbuhan tokoh secara keseluruhan. Coba perhatikan bagaimana suaranya tumbuh dari tidak bisa bicara, lalu perlahan mulai bisa bicara meskipun agak serak. Kita bisa melihat perubahan yang logis pada suaranya. Meskipun lagi-lagi, aksen tak berubah.
Sepanjang film, Leo bisa dibilang hanya sering berdialog di awal dan akhir film. Di luar itu ia hanya melakukan banyak silent act. Tapi meskipun hanya melakukan silent act, Leo berhasil menunjukkan semua emosi tokohnya dengan intensitas yang terjaga baik. Ia berhasil menjalankan salah satu tugas aktor, yakni menjadi penyampai pesan yang baik. Memang, kalau dipandang dari sisi fisiologis, terutama di bagian awal sebelum tokohnya diserang Beruang, tidak ada perubahan yang signifikan. Bahkan cenderung tidak ada perubahan sama sekali. Tapi setelah diserang Beruang, Leo berhasil menunjukkan kualitasnya sebagai seorang aktor. Bukan hanya soal dedikasinya menjalani shooting yang ekstrim, tapi juga kelihaiannya sebagai aktor untuk memainkan emosi, memainkan respon, menyadari pertumbuhan tokoh, hingga menyampaikan pesan dengan baik.
Dari review di atas, kami kemudian tahu bahwa memang, jika dari 100% alasan Leo mendapatkan Oscar, 60%nya terjadi karena proses shooting yang ekstrem. Sementara 40% sisanya karena Leonardo DiCaprio memang berhasil memainkan Hugh Glass dan berhasil menjadi penyampai pesan yang baik. Gimana menurut kalian? Tulis pendapat kalian di kolom komentar ya!
Semoga bermanfaat, Viva aktor!