[Acting Review] Taxi Driver; Aneh, Tumbuh dan Manusiawi
Taxi Driver adalah salah satu film terbaik Robert De Niro. Ia bermain sebagai Travis Bickle, seorang veteran perang Vietnam. Film ini rilis tahun 1976 tapi masih menarik untuk ditonton sampai sekarang. Setelah menonton film ini untuk yang kesekian kalinya, kami akhirnya tertarik untuk membuat acting review Robert De Niro di Taxi Driver. Bagaimana permainannya?
Aneh, Tumbuh, Manusiawi
3 kata itulah yang pertama kali kami dapatkan usai selesai menonton Taxi Driver. Tokoh Travis Bickle ini bagi kami aneh, tapi sekaligus manusiawi. Dari awal kemunculannya, kami menyaksikan keanehan yang hampir tak terjelaskan. Keanehan itu terlihat dari bagaimana tempo bicara, warna suara hingga aksen diciptakan oleh De Niro. Ya, sejauh pendengaran kami, De Niro berhasil menciptakan warna suara, dan tempo bicara.
Dalam penglihatan kami, De Niro juga berhasil mengubah sedikit cara berjalan, bentuk leher, cara memandang, cara menoleh dan laku tubuh lainnya. Cara yang diciptakan De Niro bagi kami adalah ejawantah yang tepat untuk tokohnya. Travis Bickle ini adalah, seperti yang sudah kami jelaskan diatas, seorang veteran perang Vietnam yang memiliki banyak persoalan dalam kepala dan kejiwaannya. Tapi jika kami berkata sejujurnya, ciptaan De niro tak sangat signifikan. Terutama untuk aksen dan warna suara. Tapi tempo, nada dan bahasa tubuh yang dipilih memang mampu memberikan kesan aneh, janggal sekaligus menarik dari Travis Bickle.
Di awal kemunculan Travis di Taxi Driver, kami melihat raut wajah, tempo, dan nada bicara yang mewakili seorang manusia dengan masalah besar di hidupnya. Kami rasa bentuk itu relevan. Pasalnya, ada dialog yang mengatakan bahwa Travis menderita insomnia akut. Ia tak bisa tidur selama beberapa hari. Dimana sejauh pengetahuan kami, gejala itu adalah gejala yang sering dialami oleh para tentara setelah mereka pulang dari medan perang. Kesimpulannya, bentuk yang dihadirkan De Niro relevan dengan sejarah tokohnya. Tapi kami masih merasa aneh, kenapa?
Kami masih mencari sampai di akhir film Taxi Driver, apa yang membuat tokoh ini terasa aneh, janggal, tapi sekaligus manusiawi dan menarik. Kami sempat menduga karena sejarah si tokoh. Tapi kami tak mendapati gambaran sejarah yang utuh dari tokoh ini kecuali bahwa ia adalah veteran perang. Sehingga kami kesulitan membaca cara Travis menjalankan pikiran dan perasaannya.
Di awal kami menangkap laku-laku tokoh yang seperti sudah kehilangan arah dalam hidupnya. Travis seperti tak ada asa, tapi sekaligus masih punya asa. Kontradiktif dalam satu waktu yang bersamaan. Membingungkan.
Kami lalu berpikir; Sepertinya tokoh ini memang sengaja ingin dibawa ke sana. Sepertinya dalam pemahaman Martin Scorsese dan De niro, Travis adalah manusia sejati. Artinya, Travis itu kontradiktif di satu waktu yang bersamaan. Ia bisa suka atas satu hal dan tidak suka atas satu hal yang sama secara bersamaan. Travis tak tertebak. Ia berusaha menyukai satu hal, tapi di satu waktu yang bersamaan, lakunya terlihat seperti memaksakan untuk menyukai hal tersebut. Bukan kesukaan yang muncul tulus dari dalam. Travis seperti manusia apatis yang sudah mati rasa, tapi sekaligus masih punya rasa dan menyadari bahwa ia harus memunculkan perasaannya.
Hal itu yang kemudian membuat kami tahu bagaimana tokoh ini menjalankan pikiran dan perasaannya. Kesan tokoh yang sepertinya ingin dibangun macam itu, kontradiktif di satu waktu yang bersamaan, muncul dengan konsisten dan stabil dari awal sampai akhir film Taxi Driver. Travis Bickle dengan kesan yang “sudah menyerah, tapi belum sepenuhnya menyerah” berhasil membuat semua respon dan cara berpikir yang otentik.
Kesan yang janggal itu pun berhasil tumbuh dengan baik. Misalnya ketika Travis memutuskan untuk mendaftar sebagai supir taxi hanya karena ia tak bisa tidur. Dari pada ia tak bisa tidur dan hanya jalan tak jelas, ia lebih baik menghasilkan uang. Bagi kami, keputusan itu muncul karena Travis sudah menyerah, tapi tak ingin menyerah. Ia mencari jalan keluar atas masalahnya.
Tapi setelah ia menjadi supir taxi, Travis seperti mengalami kehampaan yang lain. Ada satu tempat yang terisi dalam hidupnya, tapi tetiba muncul satu tempat lain yang kosong. Ini yang kami bilang kontradiktif di satu waktu yang bersamaan. Ia merasa sudah memiliki tujuan, tapi kemudian berpikir ia tak punya tujuan. Hingga akhirnya muncullah Betsy, dimana kemudian Betsy menjadi “super objective” lain dari Travis.
Ingat soal teori motivasi dan bit yang dikemukakan oleh Stanislavski. Menurut Stanislavski, tiap tokoh di sebuah naskah memiliki satu tujuan besar atau super objective dan banyak tujuan kecil. Kami merasa, teori itu tak sepenuhnya ada di tokoh Travis Bickle. Pada diri Travis kami melihat super objective yang banyak dan berubah. Dalam sudut pandang kami, super objective pertama Travis ada pada keputusannya bekerja sebagai supir taxi. Lalu, setelah satu super objectivenya tergapai, muncul super objective lain, yakni mendapatkan hati Betsy. Ini yang membuat Travis menjadi tokoh yang aneh, janggal, manusiawi, sekaligus menarik.
Ketika bertemu dengan Betsy, kita bisa melihat pembawaan yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan momen pertama ia memutuskan jadi supir taksi. Travis jadi tumbuh. Ia tak lagi sangat acuh pada sekitar, seperti yang dibangun di awal film Taxi Driver, tapi mulai memperhatikan detail. Kita bisa melihat di adegan saat ia pertama kali mengajak Betsy keluar untuk makan bersama.
Dalam adegan tersebut Travis mengatakan bahwa ia memperhatikan isi meja Betsy dan menjadikan itu tanda bahwa Betsy tidak punya pasangan. Travis menjadi lebih detail. Lalu saat ia berbincang dengan Betsy di restoran, kita bisa melihat hasrat yang lain. Hasrat itu mampu membuat Travis manusiawi. Artinya, tokoh ini bisa merasakan cinta. Ia bukan manusia apatis yang tak berperasaan seperti yang kami sempat bilang di atas. Mulai paham apa yang kami maksud dengan “tokoh yang kontradiktif?”
Jika di awal kemunculannya ia seperti pesakitan yang menyerah, tapi tak ingin menyerah dan seorang apatis yang tak berperasaan, ketika bertemu Betsy, ia seperti mendapat alasan untuk tidak menyerah, dan memunculkan perasaannya lagi. Tapi ada yang janggal. Jika kalian perhatikan baik-baik, Travis seperti “memaksakan” perasaannya agar muncul. Ada dua kemungkinan. Pertama, ia memang tak tahu cara mendekati perempuan, atau kedua, karena ia memang sejatinya sudah mati rasa tapi ingin menunjukkan pada dirinya sendiri bahwa perasaanya belum mati. Pola macam ini yang muncul dalam tokoh Travis. Sekalinya ia menemukan jawaban, akan muncul pertanyaan lain. Sekalinya ia menemukan isi, akan muncul kekosongan lain. De Niro berhasil menunjukkan pertumbuhan pikiran dan emosi itu.
Lalu saat Betsy mencampakkan Travis karena Travis mengajaknya nonton film porno bersama, Travis kehilangan tujuan lagi. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa tujuan itu, mencintai dan dicintai Betsy harus dipertahankan. Sehingga dia harus mendatangi Betsy, meminta maaf, dan memintanya kembali. Tapi percuma. Betsy tak ingin kembali. Kali ini, ketika Travis hampir menemukan isi dan meyakini bahwa “isi” tersebut harus dipertahankan, ia malah menghadapi kekosongan yang lain. Kekosongan yang lebih besar.
Setelah adegan itu, kami tak mendapati pertumbuhan tokoh yang signifikan. Pada fase setelah Betsy mencampakkan Travis, kami rasa Travis ada di fase di mana kekosongan sepenuhnya mengisi hidupnya. Travis tahu ia membenci kekosongan itu, dan Travis ingin menghilangkan kekosongan tersebut. Perjalanan pikiran dan perasaan itu yang berhasil muncul sampai akhirnya Travis bertemu Iris, yang diperankan oleh Jodie Foster.
Pada momen ia bertemu Iris pun, kami rasa Travis sedang dalam perjalanan mengisi kekosongan dalam pikiran dan perasaannya. Penjelasan lebih mudahnya adalah muncul pertanyaan di kepala Travis yaitu; “Apalagi yang harus kukejar sekarang?” Dan menyelamatkan Iris adalah jawabannya. Kenapa kami bisa mengatakan itu? Setidaknya, hanya ada 1 orang yang berhasil memunculkan sisi manusiawi Travis sepanjang film. Ia adalah Iris.
Sisi manusiawi Travis muncul ketika Travis dan Iris mau berhubungan intim. Kita bisa melihat nada dan kesan lain yang muncul dari Travis. Ia terlihat, terasa, dan terdengar lebih hangat dan manusiawi. Bentuk itu tak pernah muncul sebelumnya di Travis, bahkan ketika ia berhadapan dengan Betsy. Kami menduga, perubahan Travis yang jadi lebih manusiawi itu karena tujuan baru yang ia dapatkan. Hal itu tentu jadi menarik karena Travis kemudian tumbuh dan muncul sebagai manusia yang utuh. Ia memiliki banyak sisi. Dan itu alasan kenapa kami bilang tokoh ini manusiawi.
Ditambah lagi di adegan saat Travis sarapan bersama Iris. Kita melihat bentuk yang jauh lebih hangat lagi dibandingkan bentuk yang muncul di adegan sebelumnya. Satu hal yang menarik adalah kami masih melihat Travis, bukan orang lain. Maksudnya, De Niro memunculkan sisi lain dari Travis tanpa menanggalkan Travis yang sebenarnya.
Tokoh ini kemudian kami juluki psiko yang manusiawi karena di adegan akhir, ketika tembak menembak, kami tak melihat ada beban ketakutan atau kesalahan dari Travis. Ia terlihat tenang dan menembak tanpa perasaan bersalah. Travis yang hangat mendadak jadi berdarah dingin, tapi yang menarik, ketika ada Iris disana, kesan hangat yang muncul saat sarapan bersama Iris, kembali muncul di adegan ini. Kalian bisa melihat ketika Travis sudah menyerah, dan duduk di samping Iris, tepat sebelum polisi menangkapnya.
Taxi Driver yang Aneh
Travis Bickle dan permainan De Niro di Taxi Driver adalah capaian yang sebenarnya menarik. Tapi bahkan sampai selesai menulis artikel ini, kami tak bisa sepenuhnya mengatakan tokoh ini menarik. Bukan, bukan begitu. Kami bisa mengatakan tokoh ini menarik, tapi tak bisa mengatakan ciptaan De Niro mengagumkan.
Taxi Driver bagi kami bukan film yang menceritakan pertumbuhan seorang pembunuh, seperti yang kami sempat duga di awal film. Taxi Driver ini adalah film yang menceritakan tentang pertumbuhan seseorang, dari manusia, lalu ke separuh manusia, lalu ke bukan manusia, kembali ke manusia. Aneh kan? Itulah, kami bahkan belum bisa menjelaskan dengan gamblang pemahaman kami atas Taxi Driver dan Travis Bickle, kecuali yang sudah kami tuliskan di atas. Kalian bisa?