[Acting Review] Pain and Glory; Ritme yang Konsisten
Sudah nonton Pain and Glory? Kalau belum kalian bisa menontonnya di Amazon Prime atau membeli DVDnya dengan memesan di Amazon atau toko online lain. Anyway, membicarakan Pain and Glory ini sangat menarik. Terutama ketika setelah filmnya rilis, ada banyak orang yang berkata bahwa permainan Antonio Banderas jauh lebih baik dari Joaquin Phoenix dan seharusnya ia yang menjadi pemenang Oscar tahun ini.
Meskipun pada kenyataannya Joaquin Phoenix masih terlalu kuat untuk ditumbangkan tahun ini, tapi permainan Antonio Banderas memang patut diacungi jempol sebanyak apapun jempol yang bisa kalian dapatkan.
Apa yang sebenarnya menarik dari permainan Antonio Banderas? Apakah ia benar-benar semenarik itu? Bahkan lebih dari Adam Driver? Dan kenapa ia tak bisa mengalahkan Joaquin Phoenix? Berikut pembahasannya.
Pain and Glory dan Tokoh yang Relevan
Pada menit pertama kami melihat penampilan Antonio Banderas di Pain and Glory, kami melihat perubahan yang cukup signifikan. Selain pada rambut dan brewok yang memutih, kami mendengar perubahan warna suara yang cukup signifikan. Kami merasa warna suara Antonio Banderas berubah menjadi lebih dalam, lebih serak, dan lebih berat. Kalian bisa membandingkan video ketika ia menjadi Salvador Mallo dan ketika Antonio Banderas menjadi dirinya sendiri;
Ini video ketika Antonio Banderas menjadi dirinya sendiri.
Dari suara, kami melihat perubahan yang cukup signifikan. Suara Salvador Mallo terasa lebih berat, serak, dan tempo suaranya lebih pelan. Sementara suara Antonio Banderas yang asli terdengar lebih ringan, jernih, dan bertempo lebih cepat. Itu soal suara.
Lalu dari kemunculan pertama tokoh ini, setidaknya setelah semua aspek penciptaan terlihat, mulai dari fisiologis sampai psikologis, kami bisa mengatakan bahwa tokoh Salvador Mallo ini penuh dengan gejolak yang besar dalam dirinya.
Kami melihat bahwa tokoh ini memiliki banyak sekali masalah besar yang dihadapinya sepanjang hidup hingga membuat dimensi fisiologisnya macam itu. Satu hal yang kami tangkap dari pemahaman kami atas tokoh dan ciptaan Antonio Banderas adalah bahwa apa yang Banderas ciptakan relevan dengan kondisi psikologis tokohnya. Bagaimana maksudnya?
Ini dalam pemahaman paling sederhana kami, misalnya soal suara. Suara yang dipilih oleh Antonio Banderas untuk Salvador Mallo adalah suara yang menurut kami, jika kami memejamkan mata dan fokus pada hanya mendengarkan suara itu saja, suaranya penuh dengan persoalan di masa lalu. Suaranya yang dalam, serak, dan bertempo pelan terasa seperti suara yang membawa banyak sekali masalah. Bentuk suara itu kami rasa relevan dengan tokohnya.
Lalu soal tampilan fisik dengan rambut yang acak-acakan, beruban, brewok putih yang tidak teratur, membuat kesan tokoh ini penuh dengan masalah makin terlihat. Tapi ada satu hal yang menarik soal bahwa tokoh ini memiliki banyak masalah. Jika kami mengatakan tadi bahwa bentuk tokohnya mencerminkan persoalan yang besar, secara tak langsung iya. Tapi di satu waktu yang bersamaan tokoh ini masih terlihat cukup teratur dan tertata. Ia bukan tokoh yang sepenuhnya putus asa atau terjebak dalam sebuah masalah.
Kenapa begitu? Ingat, tokoh ini tetaplah seorang sutradara kenamaan, yang mau tak mau hidupnya juga cukup teratur. Kita bisa melihat dari bagaimana Salvador Mallo berpakaian, hingga pada bagaimana tingkat acak-acakannya rambut si Salvador. Bentuk itu seperti kombinasi antara tokoh yang punya beban besar di pikiran dan perasaannya dan juga punya hidup yang teratur.
Setelah pada tampilan fisik, kita beralih pada cara berjalan. Dijelaskan bahwa Salvador Mallo memiliki beberapa penyakit. Mulai dari jantung, sampai penyakit lainnya seperti persoalan pada tulang punggung. Kami melihat kesakitan itu ditubuhkan dengan baik. Kami bisa melihatnya dari cara berjalan yang lain. Jika diperhatikan dengan baik, cara berjalan Salvador Mallo terlihat sedikit lebar, dan langkah yang agak pelan. Seperti ada sesuatu yang bermasalah di tulang punggungnya.
Sakit fisik itu berpengaruh pada cara berjalan, cara duduk, dan pada hampir semua cara berlaku Antonio Banderas terutama yang berhubungan dengan tulang punggung. Hal ini menarik tentunya. Kita bisa melihat bagaimana salah satu aspek dalam dimensi fisiologis mempengaruhi laku tubuhnya secara keseluruhan. Satu hal yang perlu disadari dan dipahami oleh para aktor. Bahwa satu aspek saja, bisa mempengaruhi banyak hal dalam tokoh.
Selanjutnya pada soal fisik kami tak melihat capaian lainnya. Bagi kami, Banderas telah berhasil menciptakan kendaraan yang baru, dimana secara tak langsung, Banderas memunculkan laku-laku yang otentik.
Lalu bagaimana dengan aspek psikologis? Apakah sama relevannya dengan aspek fisiologis? Di film ini diceritakan bahwa Salvador Mallo memiliki depresi. Ia depresi atas segala hal yang sudah dilaluinya sepanjang hidup. Salvador Mallo seperti kehilangan arah sebagai seorang sutradara. Ia merasa daya kreatifitasnya berhenti. Salva merasa apa-apa yang sudah diciptakannya adalah sebuah kehampaan. Setidaknya itu yang kami baca. Kreatifitasnya sedang krisis. Ditambah dengan sakit fisik yang dimilikinya membuat Salva semakin depresi.
Kami melihat depresi yang dialami Salva bukan depresi yang berakibat pada kejiwaan. Ia hanya seperti kehilangan tujuan kreatif, ditambah usia yang tua, dengan penyakit jantung, tulang punggung, dan masalah kesehatan lainnya, kami melihat tokoh ini merasa dirinya sudah habis. Ia sudah bukan lagi sutradara dengan ide-ide kreatif. Salva hanyalah manusia biasa sekarang. Lelaki tua yang penyakitan dan tak punya apapun untuk diciptakan lagi di masa depan. Kondisi itu membuat Salva depresi.
Lalu apakah kondisi psikis yang depresi itu berhasil ditunjukkan oleh Banderas dan apakah relevan? Iya. Bagaimana melihatnya? Kami tentu kemudian melihat dari cara tokoh ini berlaku dan merespon sesuatu. Misalnya ketika adegan di dokter. Kita bisa melihat bahasa tubuh yang sedikit banyak malas menghadapi si dokter lagi. Karena ia tahu, masalah terbesarnya justru bukan persoalan sakit punggung atau jantung yang dimilikinya. Tapi persoalan krisis kreativitas itu.
Dalam pengertian kami, Salvador Mallo ini seperti sudah menyerah. Kami melihat rasa menyerah itu hadir lewat ritme tokoh. Coba perhatikan baik-baik ritme Salvador Mallo. Kalian akan melihat ritme yang cenderung lambat, seperti tak ada asa, dan cenderung skeptis pada dirinya sendiri. Ritme yang pelan itu membantu Antonio Banderas menciptakan respon yang otentik. Jadi dengan kondisi kesehatan dan kondisi pikiran yang depresi membuat ritme tokoh ini melambat dimana kemudian berefek pada bagaimana tokoh ini merespon segala sesuatu yang dialaminya.
Permainan yang Hampir Monoton
Banderas memang berhasil menciptakan kendaraan tokoh yang tepat, lengkap, dan otentik. Semua yang Banderas ciptakan relevan dengan kondisi psikis dan fisik tokoh yang sebagian besar terjelaskan di naskah. Tapi ada satu persoalan yang dihadapi oleh Banderas sejauh penglihatan kami. Hal itu adalah potensi untuk bermain monoton.
Maksudnya? Tokoh yang dimainkan Banderas di Pain and Glory adalah tokoh dengan beban yang sangat besar di kepala dan pikirannya. Hal itu membuat setiap aksi yang dilakukan tokoh ini terasa berat dan lambat. Dalam penglihatan kami, aksi yang berat dan lambat itu punya potensi monoton jika tak dilakukan dengan tepat. Beruntunglah Antonio Banderas melakukannya dengan tepat sehingga tak jadi monoton. Bagaimana Antonio Banderas melakukannya?
Pertama, Antonio Banderas tahu bagaimana perasaan tokoh ini berjalan. Sehingga ia bisa membuat perjalanan emosi yang dinamis. Kedua, Banderas tahu bagaimana hubungannya pada tokoh yang lain. Sehingga itu membantunya menciptakan emosi dan permainan yang dinamis. Misalnya ketika ia bertemu dengan sahabatnya, Alberto Crespo dan mengkonsumsi narkoba bersama di rumah untuk menghindari acara pemutaran filmnya. Kita bisa melihat ritme dasar yang tidak berubah tapi bit lebih cepat.
Lagi ketika ia bertemu dengan Frederico, mantan pacar sejenisnya. Kita bisa melihat ritme yang sama tapi bit yang lebih lambat. Perubahan Bit itu mempengaruhi cara Antonio Banderas menjalankan respon si tokoh sehingga permainan Banderas tidak monoton meski tokohnya punya potensi untuk monoton.
Apa yang bisa kita pelajari? Bagi kami, setiap manusia memiliki ritmenya masing-masing. Seperti apa yang dikatakan oleh Stella Adler dan sering kami kutip bahwa suster di gereja memiliki ritme yang cenderung lebih tenang dan lambat. Begitu juga dengan manusia lain yang memiliki latar belakang psikologi dan sosiologi yang berbeda. Ritme itu dijadikan dasar, sisanya, si aktor harus bisa memainkan bit, memilih bit, tapi tidak melenceng dari ritme dasar si tokoh. Dengan menyadari hal itu saja, akan membantu si aktor memunculkan permainan emosi dan pikiran yang dinamis.
Banderas juga seperti menyadari bahwa tokoh yang ia mainkan selalu memiliki ikatan emosi pada apapun yang pernah dialaminya. Misalnya ketika ia bertemu Frederico lagi setelah sekian tahun. Kita bisa melihat emosi yang berbeda. Cenderung cerah. Bahkan ketika tidak berhadapan dengan manusia. Pada adegan ketika Salva melihat lukisan, kita bisa melihat bagaimana emosinya begitu terikat pada lukisan tersebut. Pada adegan itu kita juga bisa melihat bagaimana masa lalu yang terkandung dalam lukisan tersebut mempengaruhi perjalanan emosi dan pikiran si tokoh.
Lalu pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan banyak orang adalah kenapa Antonio Banderas di Pain and Glory tak berhasil mengalahkan Joaquin Phoenix di Oscar. Menurut kami, tokoh Banderas memang kompleks, tapi tidak sekompleks Joker. Selain itu porsi permainan Salvador Mallo dan Joker berbeda jauh. Joker lebih banyak bermain psikis dan sangat terlihat di luar, sementara Salva tidak begitu. Tokoh Salva ini gejolaknya ada di dalam. Sementara Joker, ketika ia menjadi Arthur Fleck, gejolaknya ada di dalam, sesekali keluar, dan ketika ia menjadi Joker, semua gejolak itu keluar. Dan lagi, secara fisiologis, capaian Joaquin Phoenix jauh lebih detail dan berjarak dari diri Joaquin secara personal dibandingkan dengan Antonio Banderas.