Capaian Fisiologis Bukan Hanya Soal Kurus Gemuk

Kalian yang sering membaca artikel AkuAktor pasti sering juga menemui pembahasan mengenai capaian fisiologis kan? Kami memang hampir selalu membahas soal capaian fisiologis terlebih dahulu sebelum kami membahas capaian dimensi yang lain karena fisiologis adalah hal yang paling bisa dilihat dengan mata telanjang. Sehingga di satu sisi mudah sekali untuk diciptakan karena bentuk dasarnya sudah terlihat, tapi disisi lain juga sulit untuk diciptakan karena butuh latihan yang panjang dan kesiapan tubuh yang baik.
Dalam artikel ini, kami akan mencoba menjelaskan sedikit kenapa capaian fisiologis itu sangat penting untuk kami dan tidak bisa ditinggalkan atau diciptakan sembarangan. Kami juga ingin membahas soal anggapan bahwa capaian fisiologis itu tidak boleh berhenti atau sekedar dianggap sebagai capaian yang melulu soal berat badan yang kurus dan gemuk.
Apa Pengertian Fisiologis dan Capaiannya?
Sebelum kita membahas soal kenapa capaian fisiologis itu tak melulu soal berat badan atau tubuh yang berubah dari kurus ke gemuk dan sebaliknya, maka kita perlu mengetahui pengertian dari fisiologis terlebih dahulu.
Fisiologis adalah salah satu dimensi yang membentuk manusia. Teori tentang fisiologis ini ditelurkan oleh Konstantin Stanislavski. Secara sederhana, fisiologis artinya apa-apa saja yang berhubungan dengan fisik. Misalnya bentuk tubuh, gaya rambut, warna suara, aksen, kontur wajah, bekas luka, cara berjalan, berat badan, tinggi badan, ukuran sepatu, ukuran baju, dan lain sebagainya. Apapun yang berhubungan dengan fisik hampir bisa kita sebut sebagai dimensi fisiologis.
Kalau kita sepakat dengan pengertian fisiologis yang macam itu, maka kemudian kita bisa bicara soal capaian fisiologis. Sudah dikatakan bahwa fisiologis adalah soal apapun yang berhubungan dengan tubuh. Termasuk salah satunya adalah berat badan. Tapi ingat, tubuh bukan hanya soal berat badan. Tubuh juga soal cara berjalan, gaya rambut, bentuk tangan ketika berjalan, warna suara, aksen, dan lain sebagainya. Jadi, ketika kita bicara soal fisiologis, maka kita bicara soal hal yang banyak, detail, dan kompleks.
Jika seorang aktor atau aktris berhenti pada capaian kurus dan gemuk saja, maka kita tak bisa sepenuhnya bilang ia memiliki capaian yang baik pada dimensi fisiologis. Ingat, pada dimensi fisiologis juga ada warna suara, dan laku tubuh lainnya. Pertanyaannya, apakah ia sudah mengubah bentuk tubuh dan warna suaranya? Jika tidak, maka kami tak bisa melihat capaian fisiologis yang signifikan kecuali tubuh yang terlihat sedikit gemuk atau sangat gemuk.
Sebagai perbandingan, meskipun mungkin tak bisa sepenuhnya dibandingkan. Apa yang dilakukan oleh Jessica Mila di Imperfect adalah capaian fisiologis yang menarik sebenarnya. Tapi ketika ia hanya berhenti pada berat badan yang naik dan turun saja, maka kami tak bisa mengatakan capaian fisiologisnya lengkap. Iya, Jessica Mila memang memiliki capaian fisiologis yang signifikan, hanya pada berat badannya saja. Tapi pada aspek lain yang termasuk dimensi fisiologis Jessica Mila hampir tak punya capaian. Misalnya soal warna suara. Kami mencatat tak ada perubahan warna suara. Belum lagi soal laku tubuh. Kami hampir tak melihat laku tubuh yang otentik. Padahal tokoh yang Jessica Mila mainkan memiliki kesempatan untuk memunculkan laku tubuh yang otentik karena tubuhnya yang gemuk dan kemudian berubah drastis menjadi kurus.
Coba bandingkan dengan Christian Bale misalnya, yang suka sekali menaik turunkan berat badannya. Memang mungkin tak bisa dibandingkan, tapi mari kita jadikan Bale sebagai role model capaian fisiologis yang hampir selalu konsisten berada di kualitas yang baik dan signifikan di semua film yang ia mainkan.
Kita lihat ketika ia bermain di film The Machinist. Ia menurunkan berat badannya hingga 78 kilogram kalau kami tak salah ingat. Berat badannya sudah turun drastis sekali. Capaian fisiologis Bale tak berhenti pada berat badan saja. Tapi juga pada warna suara, cara melihat, cara memainkan leher, cara bicara, hingga cara berjalan dan berlari. Kami bisa bilang, selain memiliki capaian yang signifikan pada aspek fisiologis, Bale juga memiliki capaian yang detail pada dimensi ini.
Lagi, film Christian Bale yang lain. Misalnya Vice. Kita bisa melihat tubuh Bale jadi lebih gemuk. Kalau tak salah di Vice ia naik hingga 18 kilogram. Di Vice kita tak hanya melihat bentuk tubuh yang jadi lebih gemuk. Kita juga melihat warna suara yang diubah, cara memainkan tangan dan cara berjalan yang otentik. Bale selalu detail dan signifikan pada dimensi fisiologisnya.
Lalu apa pelajaran yang bisa kita ambil dari apa yang Christian Bale capai dan Jessica Mila capai? Satu hal yang pasti. Kita mesti tahu bahwa ketika kita bicara soal capaian fisiologis, kita tak hanya bicara soal berat badan yang naik dan turun. Ingat, tubuh itu bukan hanya soal berat badan. Tubuh punya tangan, kaki, mata, hidung, rambut, kepala, dada, paha, jari jemari, dan lain sebagainya. Semua anggota tubuh itu memiliki laku yang berbeda-beda pada tiap individu manusia.
Capaian Fisiologis itu Berbahaya
Setelah membaca tulisan di sub judul sebelumnya, kalian seharusnya sudah mulai tahu bahwa capaian fisiologis itu bisa jadi berbahaya. Kenapa? Logikanya begini. Ketika seseorang merubah cara berjalan, atau cara memainkan tangan, dengan berharap kalau tokoh yang ia mainkan adalah tokoh yang tidak invalid, maka si aktor mungkin akan baik-baik saja. Ia mungkin hanya butuh waktu untuk mengembalikan laku tubuhnya sendiri setelah selesai bermain sebagai tokoh.
Tapi bagaimana jika yang kita mainkan adalah tokoh invalid? Kita ambil contoh kasus Daniel Day-Lewis di My Left Foot. Pada film tersebut, tokoh Daniel Day-Lewis, Christy Brown adalah seorang yang cacat. Ia terkena cerebral palsy. Pada tokoh yang Daniel Day-Lewis ciptakan, ia selalu terlihat menekuk perutnya ke dalam. Day-Lewis melakukan itu sepanjang proses shooting. Ia tak pernah keluar dari tokohnya. Alhasil, setelah proses shooting selesai, Daniel Day-Lewis setidaknya mematahkan dua tulang rusuknya. Tentu proses yang sangat menyakitkan bukan?
Membuat tubuh terbiasa dengan laku tubuh yang baru adalah hal yang sulit. Maka tak jarang para aktor memilih untuk menggunakan method acting milik Lee Strasberg, dimana si aktor tak keluar dari tokoh meski sedang istirahat shooting untuk membuat laku tubuhnya tetap bertahan dan konsisten. Apa yang dilakukan Daniel Day-Lewis adalah salah satu contoh. Selain membutuhkan stamina yang kuat dan kelenturan tubuh yang baik, si aktor juga harus siap dengan resiko seperti yang dialami oleh Daniel Day-Lewis.
Untuk membiasakan laku tubuh biasanya dibutuhkan waktu setidaknya berbulan-bulan. Maka tak mungkin rasanya ketika para aktor Indonesia hanya diberikan waktu beberapa minggu atau sebulan saja untuk membiasakan bahasa tubuh yang baru. Tapi membiasakan bahasa tubuh yang baru bisa dilakukan dalam waktu yang singkat. Caranya adalah dengan menggunakan Method Acting Lee Strasberg atau sebelumnya si aktor sudah memiliki banyak “tabungan bentuk tubuh”. Jika ia memiliki banyak tabungan, ia bisa tinggal mengambilnya, membuatnya relevan dengan tokoh yang sedang ia mainkan, dan membuat bentuk tubuh itu tidak palsu.
Tapi jika ia menggunakan Method Acting Lee Strasberg, maka ia harus bertahan pada bentuk tubuh itu sampai wrap. Si aktor tentu akan mengalami kelelahan, psikisnya juga bisa jadi akan mulai terganggu karena alam bawah sadar si aktor menyadari ada yang baru di tubuhnya. Kemudian otaknya akan memproses itu, hasil terburuk adalah psikis si aktor bisa terganggu. Efek paling ringan adalah si aktor merasakan pusing. Tapi semua itu bisa dihindari dengan cara selalu membuat tubuh dan pikiran siap. Caranya? Dengan melatihkannya setiap hari.
Capaian Fisiologis Bukan Hanya Soal Bentuk
Capaian fisiologis juga bukan hanya soal bentuk. Kami tekankan kalimat ini; CAPAIAN FISIOLOGIS TAK BOLEH SEKEDAR MENGEJAR BENTUK. Kenapa? Setiap bentuk yang hadir pada diri manusia itu memiliki sejarah. Nah, si aktor harus memahami sejarah tokohnya terlebih dahulu baru menentukan bentuk mana yang akan dia pakai. Jika si aktor hanya fokus pada bentuknya saja, maka akan ada kemungkinan yang sangat besar si aktor bisa menghasilkan bentuk yang palsu.
Ingat soal kalimat yang sering kalian dengarkan bahwa akting itu harus jujur? Iya, akting itu harus jujur. Jujur sebagai tokoh. Termasuk pada bentuk tubuh atau laku tubuh si tokoh. Aktor tak boleh mengada-ada. Bahkan kalau perlu, semua bentuk tubuh yang diciptakan si aktor mesti berdasar pada data yang valid, logis dan detail. Tujuannya agar bentuk itu tidak artifisial.
Itu kenapa analisis naskah dan tokoh sangat penting. Matthew McConaughey misalnya, dalam serial True Detective menghasilkan 450 halaman untuk menganalisis tokohnya. Seorang aktor mestilah melakukan analisis sedetail itu untuk menemukan bentuk dan laku tubuh yang otentik dan punya akar yang kuat.
Mengapa Fisiologis Begitu Penting?
Lalu sekarang pertanyaannya, kenapa fisiologis itu sangat penting? Kenapa itu jadi hal pertama yang kami lihat dan kami tak bisa berkompromi dengan capaian fisiologis? Sederhana saja. Sekarang coba analogikan tokoh sebagai sebuah kendaraan. Karena ia kendaraan, maka ia akan terdiri dari ban, rangka, body hingga mesin. Sekarang misalnya kalian tak merubah ban, rangka, dan body dan hanya merubah mesinnya saja. Apakah kalian bisa melihat kendaraan yang baru? Tidak. Kalian akan melihat kendaraan yang sama. Atau bahkan mungkin kendaraan kalian tidak akan bisa berjalan.
Ingat logika dalam dunia permesinan. Ketika kalian mengganti mesin satu jenis kendaraan dengan mesin dari jenis kendaraan yang lain, maka kalian harus melakukan pengaturan sedemikian rupa. Memotong sana sini, menurunkan tinggi rangka, dan lain sebagainya. Jadi, kalian mungkin tidak akan memiliki kendaraan yang bisa berjalan kalau tak juga merubah komponen yang lain. Kendaraan kalian bisa jadi hanya barang rongsokan yang tak ada gunanya kecuali dijual kiloan.
Ingat prinsip dasar seni peran yang bahkan para pemula atau orang awam pun tahu bahwa pengertian akting adalah berperan menjadi orang lain. Coba garis bawahi frase menjadi orang lain ini. Bayangkan bahwa orang lain itu adalah kendaraan lain yang bukan dirimu. Kemudian kamu harus menciptakan orang lain itu. Apakah kamu tidak akan menciptakan rangka, body dan bagian lain dari kendaraan tersebut? Apakah kamu hanya akan menciptakan mesinnya saja? Kalau kamu hanya menciptakan mesinnya saja, bagaimana penonton bisa melihat bahwa apa yang kamu ciptakan adalah kendaraan lain?
Fisiologis adalah body atau apapun yang terlihat secara kasat mata, tanpa perlu bongkar-bongkar bagian dalamnya. Kami percaya, ketika bagian yang terlihat secara kasat mata itu diciptakan dengan baik, diciptakan dengan bentuk yang lain, maka secara otomatis kalian sudah menciptakan setidaknya 50% bagian kendaraan tersebut. Secara tak langsung apa yang dilihat penonton adalah kendaraan yang lain dengan laku tubuh yang lain.
Ini sejauh yang kami tahu, kami belum mendapatkan referensi secara ilmiah dan hanya berdasarkan pengalaman yang kami alami. Kami percaya bahwa ketika seorang manusia merubah cara berjalannya, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang bukan pakaiannya dan bukan gaya berpakaiannya, merubah warna suara dan aksen bicaranya, maka secara tak langsung bagian dalam si manusia itu juga akan ikut menyesuaikan. Alam bawah sadarnya akan tahu bahwa tubuh sedang mengalami hal yang baru, maka otak secara tak langsung akan bereaksi. Dengan begitu akan muncul laku-laku baru, proses merespon yang baru, hingga proses berpikir yang lain. Dengan catatan si aktor luruh pada apa yang diciptakannya dan tak berusaha membuat pikirannya jadi penguasa. Jika kemudian hal itu kita tambah dengan analisis yang detail, maka kita akan bisa menciptakan kendaraan yang lengkap, dan lain dari kendaraan yang biasa kita pakai.
Itulah kenapa capaian fisiologis sangat penting bagi kami dan tidak bisa kami acuhkan begitu saja.
Itu tadi pembahasan singkat mengenai capaian fisiologis. Sekali lagi kami tekankan, capaian fisiologis BUKAN CUMA soal gemuk dan kurus. Capaian fisiologis haruslah lebih menyeluruh, detail, dan punya akar yang kuat.