[Acting Review] Bombshell; Harus Semirip Apa Berperan Sebagai Tokoh Biopic?
Bombshell memang sudah turun dari bioskop kita sejak sekitar dua bulan yang lalu. Sepertinya juga, Bombshell tak cukup laris di Indonesia. Terbukti dengan betapa cepatnya film ini turun dari bioskop dan seberapa banyak jatah studio untuk film ini. Tentu film ini tak akan sangat laris disini. Karena konten yang dibawakan bukan konten yang dekat dan populer di Indonesia. Tapi kami tak hendak membahas itu.
Permainan para aktris di film Bombshell adalah objek yang akan kami bahas. Pertama tentu secara keseluruhan, setidaknya pada 3 aktris besar yang bermain di Bombshell; Nicole Kidman, Charlize Theron, dan Margot Robbie. Selain itu kami juga akan membahas tentang bagaimana seharusnya memerankan tokoh biopic. Apakah permainan si aktor harus sangat mirip? Atau bagaimana? Acting review Bombshell ini penuh dengan spoiler, jadi untuk kalian yang belum sempat menonton kami sarankan berhenti di sini dan menonton dulu untuk membaca lanjutannya.
Bombshell dan Capaian Para Pemainnya
Bagaimana permainan Charlize Theron, Nicole Kidman, dan Margot Robbie? Apakah semua capaian mereka menarik? Mari kita bahas. Kita mulai dari Nicole Kidman. Sekedar informasi, Nicole Kidman adalah satu-satunya pemain Bombshell yang tidak masuk nominasi Oscar tahun ini. Lalu kenapa? Apakah itu artinya permainan Nicole Kidman tak cukup menarik?
Nicole Kidman bukan muncul tanpa capaian. Bahkan menurut kami, capaian Nicole Kidman jauh lebih baik dari pada Cynthia Erivo yang bermain Harriet yang masuk nominasi Oscar. Kenapa? Dilihat dari capaian fisiologis, Nicole Kidman memiliki capaian yang lebih baik. Kita tak bicara soal make up dan kostum, karena itu berhubungan dengan divisi lain dan bisa jadi divisi itu yang memutuskan bagaimana kostum dan make up si pemain. Kita bicara yang berhubungan langsung dengan diri si aktor dan dikendalikan sepenuhnya oleh si aktor.
Dari dimensi fisiologis, misalnya dari warna suara. Kita bisa mendengarkan warna suara Nicole Kidman yang sedikit berubah. Kami merasa perubahan itu muncul dari cara Nicole Kidman memainkan mulutnya. Jika diperhatikan baik-baik, Nicole tidak banyak membuka mulut. Gerakan bibirnya dibuat seminimal mungkin yang kemudian menghalanginya untuk membuka mulut terlalu lebar dan membuat warna suaranya berubah menjadi terasa lebih ringan.
Lalu apakah warna suara yang Kidman di Bombshell ciptakan mirip dengan warna suara Gretchen Carlson yang asli? Sayangnya tidak. Mungkin ini yang membuatnya tidak berhasil masuk nominasi Oscar. Coba dengarkan warna suara Gretchen Carlson dan warna suara Gretchen ciptaan Nicole Kidman.
Ini warna suara Gretchen Carlson yang asli.
Ini warna suara Gretchen ciptaan Nicole Kidman.
Ini warna suara Nicole Kidman yang asli.
Jika didengarkan baik-baik, warna suara Nicole Kidman lebih mendekati warna suaranya yang asli dari pada warna suara Gretchen. Jika dilihat baik-baik juga, bentuk mulut yang diciptakan Kidman ketika menjadi Gretchen dengan bentuk mulut Gretchen terlihat tidak sama. Bentuk mulut itu terlihat lebih mirip bentuk mulutnya sendiri.
Tapi sekali lagi, kenapa menurut kami Nicole Kidman lebih memiliki capaian yang menarik dibandingkan dengan pemain lain yang kami sebutkan di atas? Jawabannya adalah karena ia memiliki perbedaan yang lebih jauh jika dibandingkan dengan dirinya sendiri. Kami cukup sulit menjelaskan itu dengan kata-kata. Tapi coba kami sederhanakan.
Jadi begini, katakanlah Nicole Kidman yang asli ada di angka 0 dan Gretchen yang asli ada di angka 10. Semakin besar angkanya, maka capaiannya semakin dekat dengan Gretchen yang asli. Semakin kecil angkanya, maka capaian Nicole Kidman semakin dekat dengan dirinya sendiri yang dengan kata lain, tidak ada capaian kalau ia mendapatkan nilai 0. Menurut kami, Nicole Kidman berada di angka 4. Jika diperhatikan betul, ia masih sedikit lebih dekat ke arah Nicole Kidman yang asli dari pada ke arah Gretchen yang asli.
Hal itu juga kami rasa terjadi pada semua aspek fisiologisnya, tak hanya suara. Capaian Nicole Kidman berada lebih dekat dengan dirinya sendiri, dari pada tokoh yang sedang ia mainkan. Tapi kenapa kami bilang lebih baik dari Cynthia Erivo? Karena jika kita buat bagan yang sama, 0 adalah Cynthia Erivo, 10 adalah Harriet, maka Cynthia Erivo ada di angka 2. Sangat dekat dengan dirinya sendiri.
Lalu bagaimana dengan permainan emosi Nicole Kidman di Bombshell? Apakah capaiannya sama dengan capaian fisiologisnya? Tidak. Kami rasa permainan emosinya jauh lebih baik dari pada capaian fisiologisnya. Kenapa?
Tokoh ini memiliki banyak sekali ruang untuk bermain emosi berlapis. Kami menyebutnya layer emosi. Pada beberapa adegan saat ia bermain emosi berlapis, misalnya ketika adegan membawakan acara dan rekan sesama pembawa acaranya “menghinanya” secara tak langsung, kami bisa melihat bahasa tubuh tak nyaman yang sedang berusaha disembunyikan. Bermain emosi berlapis tidak mudah karena si aktor harus menunjukkan emosinya yang asli sekaligus berusaha menutupi emosi itu dengan emosi yang lain.
Adegan dengan emosi berlapis lain yang dilakukan Kidman di Bombshell terjadi ketika ia dipecat. Kita bisa melihat bagaimana Kidman berusaha menunjukkan ketangguhannya sebagai perempuan tapi juga emosi sedih yang hadir karena ia akan berpisah dengan pekerjaan yang sudah digeluti sekian tahun. Permainan emosi Kidman menarik. Ia bisa menunjukkan ketangguhan di waktu yang tepat dengan porsi yang tepat, tapi tak kehilangan rasa sedih. Kalian bisa melihat kesedihan itu muncul sedikit demi sedikit di matanya dan meledak ketika ia keluar dari ruangan.
Lalu bagaimana dengan Margot Robbie? Sebelum membahas lebih jauh, kami mau mengatakan bahwa tokoh yang dimainkan oleh Margot Robbie adalah gabungan dari banyak orang. Jadi ia seperti representasi dari sebuah kelompok, bukan satu orang seperti yang didapatkan Nicole Kidman dan Charlize Theron. Maka khusus untuk Margot Robbie, kami tak bisa menggunakan prinsip menilai permainan biopic. Anyway, bagaimana permainan Margot Robbie yang berhasil masuk jajaran nominasi Best Supporting Actress Oscar tahun ini?
Pertama, kami merasa Margot Robbie tak memiliki capaian fisiologis yang cukup signifikan di Bombshell. Misalnya soal suara. Kami merasa, meski capaian suara Nicole Kidman sedikit, tapi ia punya perubahan pada warna suara dan cara bicara. Sementara Margot Robbie tidak sama sekali. Kami tak melihat ada perubahan warna suara atau cara berbicara.
Di video itu kalian bisa melihat bagaimana suara Margot Robbie dan Kayla, tokoh yang ia mainkan sama persis. Entah itu dari segi warna suaranya, tempo bicaranya, bahkan sampai pada aksennya. Kami tak menemukan perubahan yang signifikan. Mungkin saja ada, hanya kami tak cukup jeli melihatnya karena terlalu kecil.
Hal yang sama juga kami dapatkan di aspek lain dalam fisiologis Margot Robbie. Tidak ada laku tubuh yang berubah. Bentuk tubuh netral tokoh ini pun tampaknya sama seperti Margot Robbie di filmnya yang lain kecuali Bird of Prey. Tapi ada yang kami lihat berubah dan sepertinya relevan dengan tokoh yang hidup di sebuah TV berita. Kami melihat ritme tokoh yang diciptakan Margot Robbie terasa lebih cepat. Kami rasa ritme itu relevan dengan sosiologis yang dimiliki tokoh. Bekerja di sebuah kantor berita internasional, dengan tekanan yang luar biasa besar, deadline yang selalu hadir, dan hal-hal yang mungkin terjadi pada sebuah kantor berita sebesar FOX.
Dalam soal capaian fisiologis mungkin kami hanya menemukan ritme yang berubah menjadi lebih cepat. Selain itu kami tak menemukan lagi lainnya. Tapi pada soal permainan emosi, kami mendapati permainan yang menarik. Tentunya dengan mengenyampingkan bentuk yang sama seperti Margot Robbie di film-filmnya yang lain.
Dalam permainan emosi, kami melihat Margot Robbie berhasil memainkan emosi-emosi dalam dan kompleks dengan sangat baik. Misalnya pada adegan ketika Kayla diminta untuk menaikkan rok hingga terlihat celana dalamnya. Kita bisa melihat gejolak yang menarik di mata Margot. Tapi di satu waktu yang bersamaan, kita juga bisa melihat bagaimana Margot berusaha mengendalikan tokohnya agar emosi ketakutan yang sangat itu tidak terlihat oleh atasannya.
Masih di adegan yang sama, kita juga bisa melihat kebingungan dan sedikit rasa marah di mata Margot Robbie. Margot berhasil menunjukkan sebegitu banyaknya emosi yang terjadi di dalam diri si tokoh dan terbaca baik di luar. Semua emosi itu bisa kita lihat di mata dan bagaimana Margot memainkan tangannya ketika sedang menaikkan rok.
Selain itu, adegan saat Kayla menceritakan lewat telepon kalau ia dipaksa bercinta dengan Roger, atasannya, juga menarik. Kita bisa melihat permainan emosi yang dinamis, intens, hidup dan punya perjalanan emosi yang jelas dan tepat. Dari pilihan nada, permainan mata, ekspresi wajah, dan laku tubuh ketika menelpon, kami bisa membaca bagaimana Roger terlihat begitu menyeramkan saat peristiwa dipaksa bercinta itu terjadi. Kita juga bisa melihat bagaimana Kayla terlihat sangat ketakutan ketika peristiwa itu terjadi dan betapa takut dan khawatirnya ia saat sedang menceritakan peristiwa itu pada kawannya.
Masih di adegan yang sama, kita juga bisa melihat relevansi permainan emosi Margot dengan tempat terjadinya adegan menelpon. Kita tahu bahwa adegan menelpon dan menceritakan masalah Kayla dengan Roger itu terjadi di pinggir jalan. Dimana orang-orang banyak yang lewat. Mau tak mau Margot harus mengendalikan emosinya sedemikian rupa agar tak mencuri perhatian banyak orang yang sedang lewat. Pengendalian itu memunculkan permainan emosi yang tetap intens, menarik dan sekaligus relevan dengan tempat terjadinya peristiwa.
Singkatnya, permainan Margot Robbie jika dipandang dari sisi fisiologis, tak cukup signifikan. Tapi jika kita menyingkirkan sejenak sisi fisiologis dan melihat bagaimana Margot Robbie memainkan emosi tokoh, dan membuat ritme tokohnya relevan dengan sosial si tokoh, maka Margot punya capaian yang menarik dan relevan.
Lalu Charlize Theron bagaimana? Kami menuliskan kalimat ini di menit pertama menonton Charlize Theron di Bombshell. “Is that Charlize Theron? Yang jadi Megyn? Gokil! Nggak kelihatan Charlize Theron!”. Ya! Charlize Theron punya capaian yang menarik di Bombshell. Tapi, capaian menarik Charlize Theron sama sekali tak bisa kita lepaskan dari tangan dewa Kazu Hiro dan timnya yang tahun ini juga mendapatkan Oscar untuk Make Up Terbaik. Kami rasa jika tak ada Kazu Hiro, maka permainan Charlize Theron akan biasa-biasa saja. Tapi benarkah begitu? Mari kita bedah.
Jika make up karya Kazu Hiro itu kita tanggalkan, maka capaian pertama yang kami lihat adalah perubahan warna suara Charlize Theron. Jika diperhatikan baik-baik, warna suara Charlize terdengar sedikit lebih tebal. Coba perhatikan video trailer ini. Lihat bagian Charlize Theron.
Pada video itu kita bisa mendengar warna suara yang terasa lebih bulat dan tebal. Lalu coba bandingkan dengan video interview Charlize Theron berikut ini.
Jika didengarkan baik-baik, suara Charlize Theron yang asli terasa lebih ringan. Lalu apakah suara ciptaan Charlize Theron mirip dengan Megyn Kelly yang asli? Coba lihat video berikut ini;
Tidak, warna suaranya tak sama persis. Tapi mendekati. Setidaknya ketebalan suara ciptaan Charlize Theron mendekati Megyn Kelly yang asli. Ada satu aspek yang berkaitan dengan suara yang kami rasa membantu Charlize menciptakan cara bicara yang berbeda. Jika diperhatikan baik-baik pada bibir bagian atas, Megyn Kelly ciptaan Charlize Theron tampak minim pergerakan.
Jika diperhatikan baik-baik juga, bentuk dan pergerakan bibir Megyn Kelly yang asli mirip dengan apa yang diciptakan Charlize Theron. Konstruk bibirnya membuat bibir bagian atas Megyn Kelly tampak tak banyak bergerak. Charlize atau mungkin Kazu Hiro sepertinya berhasil menangkap bentuk tersebut. Bentuk bibir itu kemudian sepertinya membantu Charlize Theron mendekati kesan mirip dengan Megyn Kelly.
Selain soal warna suara yang berbeda, kami juga menangkap ritme yang menarik dari tokoh Megyn Kelly ini. Kami tak bisa bilang ritme tokoh ini lambat atau cepat. Ritme dasar tokoh ini terasa pasti. Ia tak terlihat sangat cepat atau lambat, tapi terlihat tenang dan pasti. Kami rasa itu ritme yang relevan dengan sosiologis Megyn Kelly. Dimana ia sudah memiliki sebuah acara di FOX, menjadi salah satu ujung tombak FOX, bahkan berhasil membuat Donald Trump keder.
Kami juga melihat tokoh ini punya pengendalian psikis yang menarik. Kita bisa melihat dari cara ia memilih nada saat bicara, caranya merespon persoalan yang terjadi padanya, dan lain sebagainya. Lagi-lagi, cara-cara itu menurut kami selaras dengan Megyn Kelly yang asli. Karena jika diperhatikan betul, Megyn Kelly yang asli selalu terlihat tenang dalam banyak situasi. Berbanding terbalik dengan Kayla, tokoh yang dimainkan oleh Margot Robbie yang terlihat sangat rapuh. Tokoh Megyn Kelly yang diciptakan Charlize terlihat kokoh dan kuat.
Salah satu adegan yang menunjukkan pengendalian tubuh yang tenang adalah ketika ia berdebat dengan Donald Trump. Kalian bisa melihat klipnya di Youtube. File asli saat wawancara masih bisa di akses. Kita bicara apa yang Charlize Theron ciptakan dulu. Charlize Theron berhasil menunjukkan bahasa tubuh yang tenang, proyeksi tubuh yang fokus dan tajam pada satu titik, Donald Trump, serta nada yang tenang tapi memburu. Menarik.
Jika dibandingkan dengan Megyn Kelly yang asli, kalian akan melihat bentuk yang selaras. Kalian akan melihat bentuk punggung yang lurus ke atas, pandang mata yang tajam, arah tubuh yang sedikit condong ke depan, dan bentuk tubuh intimidatif halus lainnya. Bentuk tubuh intimidatif itu juga dilakukan oleh Charlize Theron di film.
Meski tokoh ini dibangun sebagai persona yang kuat, tapi tokoh ini tetap manusia biasa. Ia punya emosi yang bergejolak, punya rasa sedih dan perasaan lainnya. Salah satu contoh adegan yang menunjukkan bahwa Megyn Kelly ciptaan Charlize Theron adalah manusia biasa bisa kita lihat di adegan saat The Kelly File akan live. Kita bisa melihat gejolak tokoh yang menarik dari bahasa tubuhnya. Kita tak melihat bahasa tubuh yang terlalu besar tapi kita tetap bisa melihat gejolak pikiran dan perasaan sedang terjadi dalam diri Megyn Kelly. Dari mana melihatnya? Dari bahasa tubuh kecil yang rapat dan intens yang ditunjukkan oleh Charlize Theron. Laku ini relevan sekali dengan sosiologis dan psikologis tokoh yang sudah dibangun sedari awal. Laku ini juga relevan dengan tempat terjadinya peristiwa.
Tokoh Megyn Kelly ini memang sepertinya dibangun sebagai tokoh yang tenang, tajam, dan terkadang kolot. Pergolakan emosi yang terjadi di tokoh ini tidak keluar. Ia jauh berlari ke dalam. Jadi sepanjang film, kami hampir tak mendapati adegan dengan emosi yang meledak-ledak dan ditembakkan keluar. Semua emosi yang dilalui oleh Megyn Kelly selalu ditembakkan ke dalam.
Itu pembahasan soal permainan 3 aktris di Bombshell. Lalu pertanyaan muncul. Kalau bermain biopic, pemeran harus semirip apa?
Berperan Sebagai Tokoh Biopic, Semirip Apa?
Jawabannya adalah harus semirip mungkin, tentu menurut kami. Kenapa begitu? Tak perlu jauh-jauh bicara soal Stella Adler, Stanislavski, atau Lee Strasberg dan tokoh lain. Kita bicara soal hakikat seni peran saja. Salah satu tujuan seni peran adalah menjadi orang lain. Maka aktor harus berusaha mendekati orang yang diciptakannya. Jika yang diciptakannya adalah tokoh fiksi, maka ia harus melompat sejauh mungkin dari dirinya. Kita pakai bagan 0-10 yang sudah kami sebutkan dua kali di atas.
Jika dalam bermain tokoh fiksi, tokoh fiksi ada di angka 10 dan diri si aktor ada di angka 0. Maka si aktor haruslah berusaha sejauh mungkin dari angka 0 dan sedekat mungkin ke angka 10. Hanya saja karena tokohnya fiksi, maka mungkin tidak ada parameter pembanding yang jelas kecuali diri si aktor sendiri. Sederhananya, jika masih ada kebiasaan tubuh yang mirip dengan diri si aktor di keseharian, maka ia belum mendekati tokoh. Tapi jika tidak ada bentuk si aktor di keseharian, ia bisa jadi sudah mendekati tokoh.
Jika di biopic objeknya lebih jelas. Jadi parameternya juga jadi lebih jelas untuk si aktor. Jika di fiksi parameternya hanya diri si aktor sendiri, di biopic parameternya ada pada diri si aktor dan objek yang menjadi ciptaannya. Kita harus melihat, apakah si aktor memang sedang berupaya mengejar objek tersebut atau mengarang sendiri ciptaannya. Ingat, dalam biopic tokoh yang dimainkan sudah ada dan bisa dijadikan contoh serta perbandingan. Kalau si aktor tidak mengejar objek tersebut, maka si aktor tidak sedang menciptakan tokoh biopic dong? Iya kan? Kan sudah jelas mana objek yang harus dikejar. Kok melenceng. Bukankah begitu?
Tapi ketika kita bisa melihat si aktor berupaya mendekati si tokoh, secara otomatis kita juga jadi tahu bahwa si aktor sedang ada di track penciptaan tokoh biopic yang benar. Ia jelas mengejar pada satu objek dan tidak berusaha menciptakan manusia yang bukan objek ciptaannya.
Tapi kan dalam ruang seni peran ada “ruang kreatif”nya? Kami tahu. Namanya kesenian pasti ada ruang kreatif. Tapi ingat, dalam seni peran objektivitas tertinggilah yang berusaha dikejar. Maka si aktor sama sekali tak boleh mengikutkan egonya untuk tokoh. Jika ia mengikutkan egonya, maka ia akan jadi aktor tukang pamer kemampuan. Dalam keaktoran, pamer kemampuan itu sangat dilarang. Lalu dimana ruang kreatifnya? Menurut kami (kami bisa salah dan bisa berubah nanti di depan) ruang kreatif penciptaan tokoh biopic ada pada proses pencarian dan penyesuaian data tokoh atas diri si aktor.
Contoh sederhana begini. Si aktor tak bisa mengendalikan bibir bagian atasnya. Sementara si tokoh tidak menggerakkan bibir bagian atas sama sekali ketika bicara. Aktor harus mencari solusi atas persoalan itu. Ia harus menangkap esensi lain dari bentuk si tokoh sehingga ketika tanpa menirukan bibir bagian atas yang tidak bergerak, si aktor tetap ada dalam upaya mengejar tokoh biopic yang menjadi target ciptaanya. Memang rumit, namanya juga seni peran.