[Flash Review] Motel Acacia; Film Penutup yang…
Motel Acacia adalah film penutup dari JAFF yang diselenggarakan selama 5 hari. Film ini tentu menjadi salah satu daftar film yang wajib kami tonton. Pertama karena ada Nicholas Saputra, dimana kami tertarik melihat capaian permainannya di film luar negeri, dan kedua karena Motel Acacia adalah film penutup.
Mendengar kata film penutup kalian pasti sudah berharap banyak kan? Kalian pasti berharap film ini menjadi gong, memiliki kualitas yang baik dari banyak sisi melebihi banyak film yang sudah diputar, dan lain sebagainya. Tapi apakah itu yang terjadi?
Flash Review ini bebas spoiler. Aman dah lu baca ampek selesai. Meskipun lu juga kagak bakal tau ni pelem bakal diputer di Indonesia kagak. Semoga dah ye!
Motel Acacia, Film Penutup yang…
Apa ya… kami ingin mengatakan itu tapi kami tak tega. Kami mungkin sama seperti banyak penonton yang hadir. Dimana mereka mengharapkan film yang memukau, breathtaking, dan bikin nggak bisa tidur saking bagusnya. Terlebih lagi ketika ada Nicholas Saputra. Tak perlu berbohong, setiap ada sebuah film luar negeri dan ada aktor Indonesia menjadi salah satu cast utama, pasti pridenya akan meningkat kan? Sudahlah, itu tipikal orang Indonesia, begitu juga kami. Tapi sayang, sayang sekali. Motel Acacia mengecewakan. Kenapa?
Kalau kami bisa dan etis untuk menyingkat semua yang akan kami katakan ini, mungkin kami akan mengatakannya dengan satu kata. Tapi janganlah, kami jelaskan dengan gamblang dulu kenapa.
Sebenarnya, di awal film kami merasa film ini menjanjikan. Mulai dari pengambilan gambarnya yang mewah, intensitas emosinya yang menarik, dan settingnya yang sungguh serius. Terutama ketika mereka sudah masuk ke motelnya. Tapi setelah sampai di adegan yang itu… kami tak bisa menyebutkan yang mana. Ya kira-kira hampir 30 menitan lah, film ini jadi nggak jelas.
Kenapa nggak jelas? Jadi begini, setelah adegan itu, yang kami tak bisa menyebutkan yang mana, kami disuguhi dimensi-dimensi film yang semuanya nanggung. Dari mulai peristiwa yang nanggung, permainan yang nanggung, sampai pada logika yang nanggung juga. Kami jadi bingung bagaimana menikmati film ini. Film ini memang bergenre horor thriller semacam itu lah. Karena itu genrenya, bukankah setidaknya salah satu kesan yang muncul adalah sebuah ketakutan?
Benar, di awal kami merasakan intimidasi itu. Kami merasa takut, intens, dan menegangkan. Setelahnya, kami merasa aneh. Kami mau takut, tapi baru mau ngerasa takut, perasaan takut itu seketika berganti heran. Heran karena kenapa logika filmnya bisa amburadul macam ini? Soal cerita di film ini lah setidaknya, yang kemudian berhubungan dengan logika peristiwa dan tokoh. Kami merasa film ini tidak memiliki logika yang solid.
Soal Pemain, Nikmati Saja yang Awal
Kalau soal pemain, kami sarankan nikmati saja para pemain di awal film, terutama yang menjadi Dee Hernandez. Setidaknya pada 30 menit pertama film ini. Karena setelahnya kalian tidak akan mendapati permainan yang baik, bahkan dari Nicholas Saputra. Kenapa? Kami rasa beberapa kesalahan ada di aktor dan beberapa yang lain ada di luar aktor.
Pada aktor misalnya; kami tak mendapati permainan yang intens dan logis. Intens dan logis harus menyatu. Ia tak bisa sekedar intens saja. Karena kalau intens tapi nggak logis, lalu kenapa bisa intens? Dasarnya aja nggak ada lalu mau berpegangan pada apa? Ini yang kami bilang para aktor bermain nanggung. Bahkan JC Santos yang jadi tokoh utama. Bagi kami ia bermain menarik di menit awal film. Tapi setelahnya, kami bosan. Permainan JC Santos mulai amburadul. Ia seperti tak punya dasar tokoh yang baik sehingga setiap responnya terasa buntung dan nanggung.
Sementara kalau dari sisi sutradara atau yang di luar aktor, sepertinya para aktor ini memang dihadapkan pada situasi dimana mereka tidak diberikan ruang yang cukup untuk menjelaskan tokoh mereka dengan baik. Semua tokoh yang ada di film ini terlihat mendadak muncul lalu juga mendadak mati. Seperti tidak diberikan ruang untuk menunjukkan sejarah tokoh mereka dengan cukup dan baik. Memang, sejarah tokoh bisa dimunculkan dari bahasa dan gesture tubuh. Tapi karena waktu yang diberikan tidak ada, atau sedikit, maka tidak ada momen bagi penonton untuk membaca sejarah dari tiap tokoh dan alasan dari tiap peristiwa. Semuanya nggak jelas.
Kalau kami menyingkat semua apa yang kami katakan di atas, maka kami akan berkata; Mengecewakan. Motel Acacia mengecewakan. Sebagai sebuah film penutup tidak berhasil memukau, malah justru sebaliknya. Sayang sekali. Gong yang dibuka di awal harus diakhiri dengan… kalian pilih kata yang tepat ya!