Analisis yang Objektif, Ini 2 Cara Utamanya!
Beberapa minggu yang lalu kita udah ngebahas soal gimana caranya menganalisis naskah. Kita bisa pakek Struktur dan Teksturnya Kernodle, atau Strukturalisme Genetiknya Lucien Goldman, dan banyak metode serta teori yang lain. Tapi sekarang pertanyaannya adalah, gimana caranya menganalisis secara objektif? Apa yang harus dilakukan untuk sebuah analisis yang objektif?
Jangan Sok Tau Duluan!
Ya jelas! Kalau kamu sok tau duluan, maka segala informasi tentang karakter yang kamu dapetin atau terlintas dan tertangkap inderamu akan kamu tentang! Semua informasi itu akan kamu tidak setujui! Kenapa? Karena kamu udah bikin blok-blok besar di kepalamu! Jangan bikin blok, nanti g*blok.
Berpikiranlah terbuka. Anggap kamu nggak tau apa-apa. Sehingga segala informasi yang kamu dapatkan dari naskah atau dari karakter akan bisa kamu terima semuanya. Setelah semua informasi udah kamu terima, baru kamu gunakan pengetahuanmu untuk memastikan apakah informasi itu benar, salah, atau harus dicari pendukung agar tepat dan benar.
Gunakan Keilmuan Lain untuk Analisis yang Objektif!
Ini alasan kenapa setiap aktor yang benar-benar serius maka ia adalah seseorang yang punya banyak pengetahuan dan mungkin pintar atau bahkan cerdas. Karena pada setiap sesi analisis karakter yang baru, kamu harus menggunakan keilmuan lain.
Misal, kamu mendapatkan informasi kalau karakter ini adalah seorang yang hidup di era 50an. Mau nggak mau kamu harus buka buku sejarah, sosiologi, antropologi, dan bahkan membuka buku psikologi untuk mengetahui bagaimana karaktermu. Dengan menggunakan keilmuan yang lain ini kamu akan jadi sangat objektif.
Kalau mau objektif lagi, kendalikan dirimu ya! Nggak dipungkiri, setiap aktor pasti punya keinginan, nafsu, hasrat, yang semua berangkat dari dirinya secara personal. Kendalikan itu agar bisa objektif! Pengendalian diri sejatinya adalah kunci dari seni peran, bahkan pada semua aspek hidup, ketika seseorang mampu mengendalikannya dengan baik, maka hidupnya juga akan berjalan dengan baik. Ingat prinsip filsafat Stoa, yang bisa dikendalikan adalah diri kita, bukan yang lain!