Aktor Latah? Hati-hati! Yuk #Taudikit!
Apaan tuh maksudnya? Aktor Latah gimana? Jadi gini, bukan latah yang kalau dikagetin terus ngomong ayam, atau kata-kata lain. Tapi aktor latah yang dimaksud adalah baru menyentuh naskah untuk pertama kalinya udah pengen berakrobat sedemikian rupa. Baru juga baca naskah sekali udah sok-sokan pakek emosi, menentukan bentuk karakter, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi dan disebutkan di Persiapan Seorang Aktor halaman 2.
“Tapi baru saja aku membaca dua halaman, aku dikuasai oleh keinginan untuk bermain.” Itu adalah perkataan Kostya.
Hal ini sering banget terjadi di banyak aktor. Nggak cuma aktor-aktor baru, tapi aktor lama atau yang udah punya jam terbang tinggi juga kadang suka melakukan ini. Disadari atau tidak. Ada keinginan bermain yang terlalu besar sampai menguasai karakternya, hingga munculnya pemahaman pragmatis atas karakter. Hal ini tentu diharapkan tidak terjadi. Kami menggunakan bahasa halus, kalau bahasa kasarnya ya jangan sampek terjadi. Kenapa?
Pertama, kamu baru membaca naskah sekali, kenapa udah pakek emosi? Udah tahu siapa karakternya? Udah tahu gimana kondisi karakternya? Udah tahu sejarah karakternya?
Terus dijawab “Kan nebak-nebak aja, siapa tau bener.”
Ini bukan soal nebak-nebak aja. Sadar nggak kalau tebakanmu itu bisa mempersempit pemahamanmu atas karakter. Kamu sudah memutuskan terlebih dahulu karaktermu seperti apa tanpa membacanya dengan baik dan detail. Secara nggak langsung, kamu sudah menciptakan frame atas karaktermu. Dimana frame itu bisa jadi akan sangat membatasi ruang gerak pencarian karaktermu.
Coba perhatikan apa yang diucapkan oleh Kostya, termasuk pilihan kata “dikuasai oleh keinginan untuk bermain”. Ketika kamu menebak-nebak karakter, padahal baru sekali itu baca naskah, ada ego aktor yang tiba-tiba muncul dan berkuasa. Ingat, kita muncul dan main bukan untuk memenuhi ego aktor. Kita harus memenuhi ego karakter. Perhatikan pilihan kata “dikuasai”. Artinya, ketika kamu nebak-nebak aja padahal baru sekali baca, kamu udah melakukan framing pada karaktermu. Atau kamu sudah menjustifikasi karaktermu secara sepihak.
Selanjutnya perhatikan pilihan kata “keinginan”. Ketika kita bermain sebagai karakter, yang kita mainkan adalah keinginan karakter, bukan keinginanmu. Atau, mungkin kata “keinginan” nggak sangat tepat. Kita ganti dengan “kebutuhan”. Kita bermain sesuai kebutuhan karakter. Kalau udah keinginanmu yang bermain, terus karakternya dimana? Nah, ini yang terjadi kalau kamu pragmatis, sok nebak-nebak, baru baca pertama udah sok-sokan pakek emosi, hei! Dari mana emosi itu berasal? Kamu cenayang, yang tahu segalanya sekali lihat?
Kita kasih #taudikit, ini peringatan untuk semua aktor, mau yang jam terbang udah tinggi, atau yang baru.
Source: Persiapan Seorang Aktor hal. 2