[Acting Review] NKCTHI; Emosi-emosi yang Intens

NKCTHI

NKCTHI atau Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini masih diputar di bioskop tapi versi Director’s Cut-nya. Bagi yang belum menonton, sebelum membaca artikel ini sampai selesai, kami sarankan menonton dulu karena artikel ini sangat penuh dengan spoiler. Tentu saja, ini Acting Review. Tak mungkin rasanya kami membuat Acting Review tanpa spoiler. Acting Review ini juga bukan untuk NKCTHI yang Director’s Cut ya. Tapi versi bioskop yang sudah tidak tayang lagi. 

Baiklah, kita mulai saja. Jadi, bagaimana permainan para pemeran di film ini? Are they good enough? 

NKTCHI

 

NKCTHI dan Emosi-Emosi yang Intens

Kami mulai pembahasan acting review NKCTHI dengan permainan emosi para pemainnya. Secara garis besar, permainan emosi para pemain cukup intens. Terlebih dengan porsi adegan yang memang membutuhkan permainan emosi yang intens. 

Salah satu permainan emosi yang menarik adalah ketika Awan, yang diperankan oleh Rachel Amanda, dipecat. Kami melihat perjalanan emosi yang menarik dan intens. Amanda terlihat mendengarkan dengan baik semua dialog si Bos yang diperankan Chico Jericho dan meresponnya dengan porsi yang tepat. Permainan emosi Rachel Amanda jadi lebih menarik lagi saat dia akan pulang ke rumah sebelum ditabrak motor. Rachel Amanda menjalankan emosinya dengan baik, logis, dan relevan dengan peristiwa sebelumnya. 

Hal yang menarik tentang permainan emosi Rachel Amanda tak berhenti disitu. Permainan emosi ketika dia sampai di rumah sakit dan memberitahu keluarganya kalau dia dipecat juga menarik. Kita bisa melihat perjalanan emosi yang tepat, tidak tiba-tiba, dan relevan. Hal yang lebih menarik lagi adalah Rachel Amanda tahu ia sedang berhadapan dengan siapa dan paham bagaimana seharusnya Awan bercerita hal yang penting dalam hidupnya pada orang yang punya posisi penting dalam hidupnya. Coba lihat bedanya ketika Awan berhadapan dengan teman sekantornya. Terasa perbedaan cara menyampaikan emosi tokoh kan? Selain itu ketika adegan Awan marah pada Ayahnya juga menarik. Kami melihat bagaimana Rachel Amanda memainkan emosi yang dinamis dan sesuai porsi. 

Sementara soal respon, kami melihat respon yang menarik ketika Awan untuk pertama kalinya naik motor. Kami melihat laku ragu-ragu, entah dari pandangan mata, atau dari laku tubuh yang dibuat agak terbata-bata. Tapi kami juga melihat bagaimana Awan berusaha mengendalikan ketakutannya pada motor dengan sesekali melihat ke arah Kale untuk menenangkannya. Permainan emosi itu cukup menarik. Artinya, Rachel Amanda menghidupkan sekitarnya sekaligus menjalankan pikiran dan perasaan si tokoh. 

Permainan emosi intens yang lain juga ditunjukkan oleh Oka Antara yang berperan menjadi Narendra muda. Pada salah satu adegan ketika ia berbicara dengan Angkasa kecil menarik. Kita bisa melihat rasa tenang yang ditunjukkan lewat tempo yang pelan, tapi sekaligus tetap dinamis dengan bentuk yang lain dan hasilnya emosi Narendra muda terasa lebih hidup. Cara menunjukkan emosi ini kami rasa relevan dengan latar belakang tokoh dan peristiwa yang sebelumnya pernah terjadi pada si tokoh. Kalau kami tak salah ingat, adegan ketika ia berbicara dengan Angkasa kecil terjadi setelah salah satu dari anak kembarnya meninggal saat dilahirkan. 

Tokoh Narendra muda ini sepertinya dibangun sebagai tokoh yang kokoh, tenang, dan pintar mengendalikan emosinya. Caranya mengendalikan emosi adalah dengan membuat banyak tempo tubuhnya, mulai dari tempo bergerak sampai bicara diperlambat. Tapi bukan hanya diperlambat, cara bicara itu juga ditekan sedemikian rupa sehingga kesan kuat dari tokoh Narendra muda tetap terlihat. 

Hal yang sama kurang lebih terjadi juga pada Oka Antara di banyak adegan setelahnya. Salah satu adegan dengan permainan emosi yang intens dan menarik adalah ketika Niken Anjani, yang menjadi Ajeng Muda menangis di kamar mandi. Baik Niken Anjani atau pun Oka Antara mendukung permainan satu sama lain. Niken Anjani berhasil menunjukkan emosi yang intens, sementara Oka Antara berhasil merespon peristiwa yang terjadi di depannya dengan porsi yang tepat dan sesuai dengan tokohnya yang dalam pembacaan kami dibangun sebagai lelaki yang tenang, dewasa, dan berani. 

Lalu pada permainan Rio Dewanto, kami melihat tokoh yang sepertinya dibangun sebagai lelaki yang tenang dan mampu mengendalikan emosi dengan baik seperti ayahnya. Kami rasa bentuk tokoh yang dibangun oleh Rio Dewanto relevan dengan bentuk yang dimiliki oleh tokoh yang dibuat Oka Antara, tapi tidak dengan tokoh yang dibuat Donny Damara. 

Kembali pada permainan Rio Dewanto. Kami merasa pada permainan emosi Rio, ia melakukannya dengan cukup intens. Salah satu yang paling membekas di kami adalah adegan ketika satu keluarga berkumpul dan mereka bertengkar hebat. Kami bisa melihat bagaimana Rio Dewanto menjalankan pikiran dan perasaan si tokoh dan merespon apapun yang terjadi di depan matanya dengan tepat. Karena itulah kami merasa perjalanan emosi tokoh ini tepat, tidak mendadak, dan semua disusun dengan baik dan ditembakkan di momen yang tepat. Kami rasa di adegan itu Rio Dewanto berhasil luruh pada peristiwa dan mendengarkan dengan baik lawan mainnya. Rio tak hanya melakukan itu kami rasa, tapi juga menjalankan sejarah si tokoh di dalam kepalanya dengan sangat baik sehingga mempengaruhi bagaimana Angkasa merespon apapun yang sedang terjadi di depan matanya dan mempengaruhi perjalanan pikiran dan perasaan si tokoh. 

NKTCHI

 

 

Donny Damara juga bermain cukup baik di adegan pertengkaran keluarga ini. Ia berhasil menjaga dengan baik intensitas emosinya. Donny Damara juga berhasil membagi fokus dengan baik di adegan ini. Misalnya ketika ia harus berbicara dengan Angkasa, maka kita akan mendengar nada bicara yang lain dan melihat laku tubuh yang berbeda dari pada ketika Donny bicara pada Awan. Menariknya adalah intensitas emosinya tak terganggu. Donny seperti tahu bahwa dalam adegan ini tokohnya memiliki visi atau tujuan yang harus dicapai. Donny tampak fokus pada tujuan itu dan membuat peristiwa dan orang-orang yang hadir di peristiwa itu sebagai pijakan untuk mencapai tujuan si tokoh. 

Kalau bicara soal permainan emosi Sheila Dara yang berperan sebagai Aurora, kami menggaris bawahi kemampuan Sheila Dara menunjukkan layer emosi yang dimiliki si tokoh. Tokoh ini, dari apa yang kami lihat sepertinya dibangun sebagai tokoh yang sudah muak pada hidup yang dilaluinya. Bagi tokoh ini kehidupannya sudah bukan milik keluarganya, tapi miliknya seorang. Hidupnya juga di satu sisi seperti sudah berakhir dan tidak ada tujuan, tapi di sisi yang lain, tokoh ini masih memiliki satu pengharapan terakhir, di seni rupa. Atau mungkin bahasa yang singkat dan sederhana soal tokoh Aurora adalah ia skeptis pada keluarganya. 

Nah, sikap skeptis ini dibangun dengan baik oleh Sheila Dara dan dijalankan dengan baik. Kita bisa melihat sikap skeptis ini dari beberapa respon yang dijalankan pada beberapa peristiwa. Entah itu respon besar, atau respon kecil seperti sebatas pandangan mata atas peristiwa yang dialami keluarganya dan terjadi di depan matanya. 

Salah satu permainan emosi yang paling terlihat dan menarik bagi kami dari Sheila Dara justru ketika ia sedang pameran dan Narendra, ayahnya, bertengkar dengan Awan. Kita bisa melihat Aurora menghidupkan ruang sekitarnya dengan melempar pandang beberapa kali ke ruang sekitar, mengatur volume suara, hingga pada akhirnya mengecilkan volume suara tapi menajamkan nada bicara. Pada adegan itu kita bisa melihat bagaimana layer emosi berjalan. Di awal kita melihat emosi yang skeptis dan muak atas peristiwa pertengkaran itu. Pada menit berikutnya, kami melihat kemarahan yang mulai tumbuh dan menyingkirkan rasa skeptis dan muak. Hingga akhirnya tokoh ini memilih nada yang tajam dan menggunakannya untuk menyuruh Awan dan Narendra keluar dari pamerannya. 

Tokoh lain bermain emosi dengan cukup aman, tak sangat bagus, tapi juga tak bisa kami bilang jelek. Mereka bermain baik dan aman di NKCTHI. Termasuk Ardhito Pramono yang bermain sebagai Kale. Ia menjalankan respon dengan baik. 

Tapi… Semua Bentuknya Sama  

Sebelum kami memutuskan untuk menulis bagian ini, kami bertanya pada diri kami sendiri. Apakah Akuaktor meletakkan standar yang terlalu tinggi ketika melihat keaktoran pada film-film Indonesia? Haruskah kami menurunkan standar dalam melihat bagaimana idealnya seni peran seharusnya dijalankan? Jadi kami agak ragu untuk menuliskan bagian ini. Tapi karena kami adalah sekumpulan orang yang masa bodoh, maka kami tetap menuliskannya dengan tujuan membuat keaktoran Indonesia sejajar dengan tempat mana pun di dunia yang sekarang menjadi kiblat seni peran. 

Memang, semua permainan emosi para pemain di film ini menarik. Mereka berhasil menunjukkan emosi yang intens, perjalanan emosi yang logis dan tidak mendadak, porsi yang tepat, dan layer-layer emosi yang menarik. Semua hal itu tak mudah dilakukan. Tapi ada satu hal yang mengganjal kami. Kami merasa (karena kami juga beberapa kali melihat film  lain dari para aktor yang bermain di NKCTHI) bentuk yang mereka tunjukkan untuk tokoh ini sama dengan mereka di banyak film yang sudah pernah mereka mainkan. 

Misalnya pada Rachel Amanda. Kami tak melihat perubahan fisiologis yang signifikan. Kami tak melihat ritme tokoh yang berubah. Padahal kami rasa tokoh ini ada kesempatan merubah ritmenya karena ia bekerja di sebuah developer properti, dituntut sana sini, dikejar deadline, dan lain sebagainya. Ada kesempatan untuk membuat ritme tokoh ini lebih cepat. Atau bahkan lebih lambat ketika tokoh ini memang dibangun sebagai tokoh yang nothing to lose dan tidak ambisius. Persoalannya, Awan di bangun sebagai tokoh yang ambisius. Kita bisa melihat salah satu adegan yang merepresentasikan itu kan? Bahkan ada dialognya. Tapi kenapa ritme tokohnya seperti tak diciptakan? Bahkan kami merasa ritme Awan sama persis dengan Rachel Amanda di kehidupan nyata dan ia di film yang lain. 

Tak perlu berbicara soal perubahan fisiologis, karena tak ada. Kami tak menjumpai perubahan fisiologis sama sekali. Bukan hanya dari Rachel Amanda, tapi dari semua pemain. Tidak ada cara berjalan yang diubah, tidak ada warna suara yang diubah, tidak ada laku tubuh yang diubah, tidak ada. Nihil. Pertanyaannya, apakah benar bahwa Angkasa, Aurora, Awan, Narendra, Ajeng, dan tokoh lain mirip dengan para cast yang memainkan tokoh-tokoh itu? Bukankah mereka saja tumbuh di ruang dan waktu yang berbeda kan? Maka apakah suara, cara berjalan, dan lain sebagainya, yang berhubungan dengan fisiologis tak ada perubahan sama sekali? 

 

 

Sejauh yang kami lihat, hanya ada setidaknya dua pemain saja yang memiliki perubahan, tapi bukan perubahan fisiologis. Perubahan itu hanya terdapat pada perubahan ritme tokoh. Satu pada Aurora dan satu lagi pada tokoh Bos-nya Awan yang dimainkan Chico Jericho. Di Aurora kami bisa melihat ritme yang diperlambat sehingga secara tak langsung mempengaruhi bentuk respon si tokoh. Tapi, karena tidak ada capaian fisiologis, ritme yang lambat itu jadi seperti Sheila Dara yang beritme lambat. Bukan Aurora, seniman, dengan karya yang gelap, mantan perenang, dan anasir lain yang membuatnya berbeda 180 derajat dari Sheila Dara. 

Apakah Sheila Dara merasa tokoh ini mirip dengannya? Sudahkah ia membaca naskah sampai selesai dan menganalisisnya sedetail mungkin? Sudahkah juga ia menulis sejarah tokoh selengkap mungkin, dari mulai tanggal lahir, nama lengkap, riwayat pendidikan, riwayat penyakit, dan sejarah yang lain? Jika belum, maka tak elok rasanya kemudian mengatakan bahwa tokoh itu mirip dengan si aktor. 

Sementara pada Rio Dewanto, kami juga tak menemukan perubahan fisiologis sama sekali. Sehingga kami merasa tak perlu membahasnya. Tapi ada satu hal yang harus kami bahas soal relevansi antara tokoh Angkasa, Narendra, dan Narendra Muda. Angkasa adalah anak lelaki pertama Narendra. Maka sangat mungkin kan ia memiliki sifat yang sama seperti ayahnya? Entah sedikit atau banyak. Tapi kami merasa, sifat ayahnya yang tertinggal di Angkasa adalah sifat Narendra Muda, bukan Narendra yang dimainkan Donny Damara. 

Kami merasa, sifat tenang, bisa mengendalikan emosi dan situasi, hilang ketika Narendra sudah menjadi tua. Kami tak tahu apa alasannya. Apakah karena tokoh ini tumbuh kemudian sifat itu menghilang? Seberapa besar kemungkinan satu sifat bisa menghilang seiring berjalannya waktu? Tapi kalau sifat itu menghilang, bukankah Narendra tumbuh bersama Angkasa. Kenapa sifat itu tersisa di Angkasa sementara hilang di Narendra? 

Kami melihat tokoh Narendra Tua yang dimainkan oleh Donny Damara menjadi sesosok ayah yang tak setegar, sekuat, dan setenang Narendra Muda. Ia jadi agak kekanak-kanakan. Kemana sifat Narendra Muda? Kenapa Narendra Tua dan Muda seperti dua manusia yang berbeda? 

Itu yang kami lihat dari NKCTHI. Film NKCTHI ini memang memiliki permainan emosi yang intens dan menarik. Tapi entah kami yang terlalu perfeksionis atau kami terlalu patuh pada titik ideal seni peran, permainan para cast di film NKCTHI tak bisa kami bilang mencengangkan. Tapi juga tak bisa kami bilang biasa. Kami bilang, para cast di film NKCTHI bermain aman. 

Terima kasih, viva aktor!   

About The Author